BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salman Alfarisi adalah perantau sejati dalam mencari kebenaran. Ia
adalah seorang bangsawan Persia yang sangat terkenal sejarah dunia Islam karena
ketangkasannya dalam membuat strategi pada Perang Khandak (perang parit).
Salman al-Farisi pada awal hidupnya sebagai seorang Persia ia menganut agama
Majusi, tapi ia tidak merasa nyaman dengan agamanya. Kemudian ia mengalami
pergolakan batin untuk mencari agama yang dapat menentramkan hatinya. Pencarian
agamanya membawa hingga ke jazirah Arab dan akhirnya memeluk agama Islam.
Ia menjadi pahlawan dengan ide membuat parit dalam upaya melindungi
kota Madinah dalam pertempuran khandaq. Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, ia
dikirim untuk menjadi gubernur di daerah kelahirannya, hingga ia wafat.
Dari Persi datangnya pahlawan kali ini. Dan dari Persi pula Agama
Islam nanti dianut oleh orang-orang Mu’min yang tidak sedikit jumlahnya, dari
kalangan mereka muncul pribadi-pribadi istimewa yang tiada taranya, baik dalam
bidang kedalaman ilmu pengetahuan dan ilmuan dan keagamaan, maupun keduniaan.
Dan memang, salah satu dari keistimewaan dan kebesaran al-Islam
ialah, setiap ia memasuki suatu negeri dari negeri-negeri Allah, maka dengan
keajaiban luar biasa dibangkitkannya setiap keahlian, digerakkannya segala
kemampuan serta digalinya bakat-bakat terpendam dari warga dan penduduk negeri
itu, dokter-dokter Islam, ahli-ahli astronomi Islam, ahli-ahli fiqih Islam,
ahli-ahli ilmu pasti Islam dan penemu-penemu mutiara Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Darima
Asal Usul Salman Al-Farisi ?
2.
Bagaiman
Awal Mula Salman Al-Farisi Meninggalkan Agama Majusi ?
3.
Salman
dan Agama Nasrani
4.
Bagimana
Masuk Islamnya Salman Al-Farisi ?
5.
Akhir
kehidupan Salman Al-Farisi ?
C.
Tujuan
Untuk mengetahu kisah kehidupan salaman alfarisi dan menauladaninya
sehingga dapat memotivasi dan juga untuk memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran Akidah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asal Usul Salman Al-Farisi
Salman adalah salah seorang penduduk Persia (dalam bahasa Arab,
Faris), karena itulah beliau disebut dengan al-Farisi. Dari sanalah beliau
berasal, tepatnya di sebuah desa bernama Jayy, bagian dari kota Asbahan (kota
Isfahan, Iran). Ketika itu beliau dikenal dengan nama aslinya Ruziyah. Setelah
memeluk Islam beliau bergelar Abu Abdillah, masyhur dengan julukan Salman
al-Khair atau Salman bin al-Islam. Ayah beliau adalah seorang pembesar di
desanya. Kecintaan yang sangat kepada Salman membuat sang Ayah menahan
puteranya di dalam rumah layaknya gadis pingitan. Salman menjalani hari-harinya
sebagai penjaga api, sesembahan pemeluk agama Majusi.
B.
Awal Mula Salman Al-Farisi Meninggalkan Agama Majusi
Ayah Salman memiliki sebuah ladang yang amat luas. Suatu ketika,
dia tersibukkan oleh bangunan miliknya dan menyuruh Salman pergi ke ladang. Di
tengah perjalanan, Salman melewati sebuah gereja Nasrani. Salman kemudian masuk
dan mendapati orang-orang Nasrani yang sedang beribadah. Rasa kagum meliputi
hati Salman. Dari mereka Salman mengetahui bahwa Agama Nasrani itu berasal dari
Syam (Palestina dan Sekitarnya). Salman mengisahkan peristiwa itu dan
mengungkapkan kekagumannya kepada Ayahnya. Kekhawatiran menghinggapi diri sang
Ayah. Karenanya, ayah Salman kemudian membelenggu kedua kaki Salman dan
menahannya di rumah. Inilah Salman, sesuatu telah berkecamuk di dalam hatinya.
Saatnya mencari kebenaran yang selama ini terhalang dari dirinya. Meskipun
rintangan pertama justru datang dari ayahnya sendiri. Hari-hari telah berlalu,
tersiar kabar kedatangan rombongan pedagang dari Syam. Kesempatan yang
dinanti-nanti. Ketika urusan mereka telah selesai dan hendak pulang ke Syam,
Salman melepaskan belenggu dari kedua kakinya dan berangkat bersama mereka ke
Syam.
C.
Salman dan Agama Nasrani
Sesampainya di Syam, Salman segera mencari tahu tentang orang yang
paling utama di antara pengikut agama Nasrani. Bertemulah Salman dengan seorang
uskup yang ada di gereja. Salman tinggal bersama uskup tersebut dan melayaninya
di dalam gereja. Ternyata, uskup itu seorang yang jelek perangainya. Dia
memerintahkan orang-orang agar bersedekah, namun harta sedekah tersebut
disimpannya untuk dirinya sendiri. Tak lama uskup itu pun mati. Salman
memberitahukan perbuatan uskup tersebut kepada orang-orang Nasrani dan
menunjukkan kepada mereka simpanannya berupa tujuh tempayan yang penuh dengan
emas dan perak. Mereka pun menyalib uskup tersebut dan tidak menguburkannya.
Kemudian mereka menjadikan orang lain sebagai pengganti. Dia adalah seorang
yang tekun beribadah dan zuhud terhadap dunia. Salman sangat mencintainya lebih
dari siapapun sebelumnya. Salman tinggal bersamanya hingga tiba saatnya uskup
yang baik tersebut didatangi tanda-tanda kematian.
Inilah Salman, Salman mendatanginya dan meminta wasiat untuk
dirinya, kepada siapa ia harus pergi. Dia pun berpesan, “Wahai anakku, demi
Allah, aku tidak mendapati seorang pun yang berada di atas agama yang aku
peluk. Orang-orang telah binasa. Mereka telah mengubah agama Nasrani dan
meninggalkan kebanyakan agama mereka, kecuali seseorang di Maushil (kota Mosul,
Irak). Dia adalah Fulan, ia berada di atas agama yang aku peluk, maka temuilah
dia !. Sepeninggalnya, Salman menemui
orang yang disebutkan. Salman tinggal bersamanya dan mendapatinya sebagai
sebaik-baik orang di atas agama temannya. Sampai ketika tanda-tanda kematian
mendatanginya, Salman kembali meminta wasiat untuk dirinya. Senada dengan
ucapan temannya yang terdahulu, lelaki baik ini mewasiatkan kepada Salman untuk
menemui seorang lelaki di Nashibin (kota Nusaybin, Turki). Singkat cerita,
Salman mengalami kisah sebagaimana masa-masa di Maushil. Sampai dia mendapatkan
petunjuk untuk menemui seorang di Ammuriyyah (kota Amorium, Turki) yang berada
di atas agama Nasrani. Salman pun menemui lelaki tersebut dan tinggal
bersamanya. Di sana Salman bekerja sampai mempunyai banyak sapi dan kambing.
Sebagaimana sebelumnya, menjelang kematiannya, lelaki itu pun
berpesan, “Wahai anakku, aku tidak mengetahui ada seorang pun yang berada di
atas agama kami yang aku memerintahkanmu untuk mendatanginya. Tetapi telah dekat
masa pengutusan seorang Nabi. Dia diutus dengan agama Nabi Ibrahim yang muncul
dari jazirah Arab (Baca Kisah : Asal Usul Nabi Ibrahim AS), kemudian hijrah ke
sebuah negeri di antara dua tanah yang berbatu hitam, diantaranya ada
pohon-pohon kurma (kota Madinah). Lelaki itu lalu melanjutkan, “Pada orang itu
ada tanda-tanda yang tidak tersembunyi, dia memakan hadiah dan tidak memakan
sedekah. Diantara kedua pundaknya ada tanda kenabian. Jika engkau mampu untuk
mendatangi Negeri tersebut, maka lakukanlah ! “Tak lama, lelaki itu pun
meninggal.
D.
Masuk Islamnya Salman Al-Farisi
Dari Abdullah bin Abbas Radliyallahu ‘Anhuma berkata, “Salman
al-Farisi Radliyallahu ‘Anhu menceritakan biografinya kepadaku dari mulutnya
sendiri. Dia berkata, “Aku seorang Ielaki Persia dari Isfahan, warga suatu desa
bernama Jai. Ayahku adalah seorang tokoh masyarakat yang mengerti pertanian.
Aku sendiri yang paling disayangi ayahku dari semua makhluk Allah. Karena
sangat sayangnya aku tidak diperbolehkan keluar rumahnya, aku diminta senantiasa
berada di samping perapian, aku seperti seorang budak saja.
Aku dilahirkan dan membaktikan diri di lingkungan Majusi, sehingga
aku sebagai penjaga api yang berlanggung jawabatas nyalanya api dan tidak
membiarkannya padam. Ayahku memiliki tanah perahan yang luas. Pada suatu hari
beliau sibuk mengurus bangunan. Beliau berkata kepadaku, ‘Wahai anakku, hari
ini aku sibuk di bangunan, aku tidak sempat mengurus tanah, cobalah engkau
pergi kesana!’ Beliau menyuruhku melakukan beberapa pekerjaan yang harus
diselesaikan.
Aku keluar menuju tanah ayahku. Dalam perjalanan aku melewati salah
satu gereja Nasrani. Aku mendengar suara mereka yang sedang sembahyang. Aku
sendiri tidak mengerti mengapa ayahku mengharuskan aku tinggal di dalam rumah
saja (melarang aku keluar rumah).
Tatkala aku melewati gereja mereka, dan aku mendengar suara mereka
sedang shalat maka aku masuk ke dalam gereja itu untuk mengetahui apa yang
sedang mereka lakukan?
Begitu aku melihat mereka, aku kagum dengan shalat mereka, dan aku
ingin mengetahui peribadatan mereka. Aku berkata dalam hari, ‘Demi Allah, ini
lebih baik dari agama yang kita anut selama ini.’ Demi Allah, aku tidak
beranjak dari mereka sampai matahari terbenam. Aku tidak jadi pergi ke tanah
milik ayahku. Aku bertanya kepada mereka, ‘Dari mana asal usul agama ini?‘
Mereka menjawab, ‘Dari Syam (Syiria).’
Kemudian aku pulang ke rumah ayahku. Padahal ayahku telah mengutus
seseorang untuk mencariku. Sementara aku tidak niengerjakan tugas dari ayahku
sama sekali. Maka ketika aku telah bertemu ayahku, beliau bertanya, ‘Anakku, ke
mana saja kamu pergi? Bukankah aku telah berpesan kepadamu untuk mengerjakan
apa yang aku perintahkan itu?’ Aku menjawab, ‘Ayah, aku lewat pada suatu kaum
yang sedang sembahyang di dalam gereja, ketika aku melihat ajaran agama mereka
aku kagum. Demi Allah, aku tidak beranjak dari lempat itu sampai matahari
terbenam,’
Ayahku menjawab, ‘Wahai anakku, tidak ada kebaikan sedikitpun dalam
agama itu. Agamamu dan agama ayahmu lebih bagus dari agama itu.’ Aku membantah,
‘Demi Allah, sekali-kali tidak! Agama itu lebih bagus dari agama kita.’
Kemudian ayahku khawatir dengan diriku, sehingga beliau merantai kakiku, dan
aku dipenjara di dalam rumahnya.
Suatu hari ada serombongan orang dari agama Nasrani diutus
menemuiku, maka aku sampai kan kepada mereka, ‘Jika ada rombongan dari Syiria
terdiri dari para pedagang Nasrani, maka supaya aku diberitahu.’ Aku juga
meminta agar apabila para pedagang itu telah selesai urusannya dan akan kembali
ke negrinya, memberiku izin bisa menemui mereka.
Ketika para pedagang itu hendak kembali ke negrinya, mereka
memberitahu kepadaku. Kemudian rantai besi yang mengikat kakiku aku lepas,
lantas aku pergi bersama mereka sehingga aku tiba di Syiria.
Sesampainya aku di Syiria, aku bertanya, ‘Siapakah orang yang ahli
agama di sini?’ Mereka menjawab, ‘Uskup (pendeta) yang tinggal di gereja.’
Kemudian aku menemuinya. Kemudian aku berkata kepada pendeta itu, ‘Aku sangat
mencintai agama ini, dan aku ingin tinggal bersamamu, aku akan membantumu di
gerejamu, agar aku dapat belajar denganmu dan sembahyang bersama-sama kamu.’
Pendeta itu menjawab, ‘Silahkan.’ Maka aku pun tinggal bersamanya.
Ternyata pendeta itu seorang yang jahat, dia menyuruh dan
menganjurkan umat untuk bersedekah, namun setelah sedekah itu terkumpul dan
diserahkan kepadanya, ia menyimpan sede-kah tersebut untuk dirinya sendiri,
tidak diberikan kepada orang-orang miskin, sehingga terkumpullah 7 peti emas
dan perak.
Aku sangat benci perbuatan pendeta itu. Kemudian dia meninggal.
Orang-orang Nasrani pun berkumpul untuk menge-bumikannya. Ketika itu aku
sampaikan kepada khalayak, ‘Sebe-narnya, pendeta ini adalah seorang yang
berperangai buruk, menyuruh dan menganjurkan kalian untuk bersedekah. Tetapi
jika sedekah itu telah terkumpul, dia menyimpannya untuk dirinya sendiri,
tidak memberikannya kepada orang-orang miskin barang sedikitpun.’
Mereka pun mempertanyakan apa yang aku sampaikan, ‘Apa buktinya
bahwa kamu mengetahui akan hal itu?’ Aku menjawab, ‘Marilah aku tunjukkan
kepada kalian simpanannya itu.’ Mereka berkata, Baik, tunjukkan simpanan
tersebut kepada kami.’ Lalu Aku memperlihatkan tempat penyimpanan sedekah itu.
Kemudian mereka mengeluarkan sebanyak 7 peti yang penuh berisi emas dan perak.
Setelah mereka menyaksikan betapa banyaknya simpanan pendeta itu, mereka
berkata, ‘Demi Allah, selamanya kami tidak akan menguburnya.’ Kemudian mereka
menyalib pendeta itu pada tiang dan melempari jasadnya dengan batu.
Kemudian mereka mengangkat orang lain scbagai peng-gantinya. Aku
tidak pernah melihat seseorang yang tidak mengerjakan shalat lima waktu (bukan
seorang muslim) yang lebih bagus dari dia, dia sangat zuhud, sangat mencintai
akhirat, dan selalu beribadah siang malam. Maka aku pun sangat mencintai-nya
dengan cinta yang tidak pernah aku berikan kepada selainnya. Aku tinggal
bersamanya beberapa waktu.
Kemudian ketika kematiannya menjelang, aku berkata kepadanya,
‘Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersamamu, dan aku sangat mencintaimu, belum
pernah ada seorangpun yang aku cintai seperti cintaku kepadamu, padahal
sebagaimana kamu Iihat, telah menghampirimu saat berlakunya taqdir Allah,
kepada siapakah aku ini engkau wasiatkan, apa yang engkau perin-tahkan
kepadaku?’
Orang itu berkata, ‘Wahai anakku, demi Allah, sekarang ini aku
sudah tidak tahu lagi siapa yang mempunyai keyakinan seperti aku. Orang-orang
yang aku kenal telah mati, dan masya-rakatpun mengganti ajaran yang benar dan
meninggalkannya sebagiannya, kecuali seorang yang tinggal di Mosul (kota di
Irak), yakni Fulan, dia memegang keyakinan seperti aku ini, temuilah ia di
sana!’
Lalu tatkala ia telah wafat, aku berangkat untuk menemui seseorang
di Mosul. Aku berkata, ‘Wahai Fulan, sesungguhnya si Fulan telah mewasiatkan
kepadaku menjelang kematiannya agar aku menemuimu, dia memberitahuku bahwa engkau
memiliki keyakinan sebagaimana dia.’
Kemudian orang yang kutemui itu berkata, ‘Silahkan tinggal
bersamaku. Aku pun hidup bersamanya.’ Aku dapati ia sangat baik sebagaimana
yang diterangkan Si Fulan kepadaku. Namun ia pun dihampiri kematian. Dan ketika
kematian menjelang, aku bertanya kepadanya, ‘Wahai Fulan, ketika itu si Fulan
mewasiatkan aku kepadamu dan agar aku menemuimu, kini taqdir Allah akan
berlaku atasmu sebagaimana engkau maklumi, oleh karena itu kepada siapakah aku
ini hendak engkau wasiatkan? Dan apa yang engkau perintahkan kepadaku?’
Orang itu berkata, ‘Wahai. anakku, Demi Allah, tak ada seorangpun
sepengetahuanku yang seperli aku kecuali seorang di Nashibin (kota di
Aljazair), yakni Fulan. Temuilah ia!‘
Maka setelah beliau wafat, aku menemui seseorang yang di Nashibin
itu. Setelah aku bertemu dengannya, aku menceritakan keadaanku dan apa yang di
perintahkan si Fulan kepadaku. Orang itu berkata, ‘Silahkan tinggal bersamaku.’
Sekarang aku mulai hidup bersamanya. Aku dapati ia benar-benar seperti si Fulan
yang aku pernah hidup bersamanya. Aku tinggal bersama seseorang yang sangat
baik.
Namun, kematian hampir datang menjemputnya. Dan di ambang
kematiannya aku berkata, ‘Wahai Fulan, Ketika itu si Fulan mewasiatkan aku
kepada Fulan, dan kemarin Fulan mewa-siatkan aku kepadamu? Sepeninggalmu nanti,
kepada siapakah aku akan engkau wasiatkan? Dan apa yang akan engkau perintahkan
kepadaku?’
Orang itu berkata, ‘Wahai anakku, Demi Allah, tidak ada seorangpun
yang aku kenal sehingga aku perintahkan kamu untuk mendatanginya kecuali
seseorang yang tinggal di Amuria (kota di Romawi). Orang itu menganut keyakinan
sebagaimana yang kita anut, jika kamu berkenan, silahkan mendatanginya. Dia pun
menganut sebagaimana yang selama ini kami pegang.’
Setelah seseorang yang baik itu meninggal dunia, aku pergi menuju
Amuria. Aku menceritakan perihal keadaanku kepadanya. Dia berkata, ‘Silahkan
tinggal bersamaku.’ Akupun hidup bersama seseorang yang ditunjuk oleh kawannya
yang sekeyakinan.
Di tempat orang itu, aku bekerja, sehingga aku memiliki beberapa
ekor sapi dan kambing. Kemudian taqdir Allah pun berlaku untuknya. Ketika itu
aku berkata, ‘Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersama si Fulan, kemudian dia
mewasiatkan aku untuk menemui Si Fulan, kemudian Si Fulan juga mewasiatkan aku
agar menemui Fulan, kemudian Fulan mewasiatkan aku untuk menemuimu, sekarang
kepada siapakah aku ini akan engkau wasiatkan? dan apa yang akan engkau
perintahkan kepadaku?’
Orang itu berkata, ‘Wahai anakku, demi Allah, aku tidak mengetahui
seorangpun yang akan aku perintahkan kamu untuk mendatanginya. Akan tetapi
telah hampir tiba waktu munculnya seorang nabi, dia diutus dengan membawa
ajaran nabi Ibrahim. Nabi itu akan keluar diusir dari suatu tempat di Arab
kemudian berhijrah menuju daerah antara dua perbukitan. Di antara dua bukit itu
tumbuh pohon-pohon kurma. Pada diri nabi itu ter-dapat tanda-tanda yang tidak
dapat disembunyikan, dia mau makan hadiah tetapi tidak mau menerima sedekah, di
antara kedua bahunya terdapat tanda cincin kenabian. Jika engkau bisa menuju
daerah itu, berangkatlah ke sana!’ Kemudian orang ini pun meninggal dunia. Dan
sepeninggalnya, aku masih tinggal di Amuria sesuai dengan yang dikehendaki
Allah.
Pada suatu hari, lewat di hadapanku serombongan orang dari Kalb,
mereka adalah pedagang. Aku berkata kepada para pedagang itu, ‘Bisakah kalian
membawaku menuju tanah Arab dengan imbalan sapi dan kambing-kambingku?’ Mereka
menjawab, ‘Ya.’ Lalu aku memberikan ternakku kepada mereka. Mereka membawaku,
namun ketika tiba di Wadil Qura, mereka menzha-limiku, dengan menjualku sebagai
budak ke tangan seorang Yahudi. Kini aku tinggal di tempat seorang Yahudi, Aku
melihat pohon-pohon kurma, aku berharap, mudah-mudahan ini daerah sebagaimana
yang disebutkan si Fulan kepadaku. Aku tidak biasa hidup bebas.
E.
Akhir kehidupan Salman Al-Farisi
Sebagian ulama menyebutkan adanya ijima (kesepakatan ulama) bahwa
umur beliau mencapai 250 tahun, adapun yang menyebutkan lebih dari itu telah
terjadi silang pendapat (lihat Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Al Bidayah Wan
Nihayah). Setelah melalui perjalanan panjangnya, beliau wafat dan dimakamkan di
Madain, Irak pada tahun 36 H. beliau telah meninggalkan banyak pelajaran
berharga bagi kaum Muslimin. Semoga Allah meridhainya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagai seorang Persia ia menganut agama Majusi, tapi ia tidak
merasa nyaman dengan agamanya. Kemudian muncul pergolakan batin untuk mencari
agama yang dapat menentramkan hatinya. Pencarian agamanya membawa hingga ke
jazirah Arab dan akhirnya memeluk agama Islam Salman al-Farisi pada ia
mengawali hidupnya sebagai seorang bangsawan dari Persia, Ia menjadi pahlawan
dengan ide membuat parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam pertempuran
khandaq. Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, ia dikirim untuk menjadi gubernur
di daerah kelahirannya, hingga ia wafat.
B.
Saran
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua
dan kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali
kekurangannya untuk itu keritik dan saran yang membangun kami harpakan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar