Adsens

Minggu, 01 Januari 2017

Makalah Akhlak Terpuji

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang Masalah
Dalam pergaulan sehari-hari antara kita sesama Manusia, agar hubungan ini berjalan dengan baik tentu ada aturan yang harus kita jalankan, bagi kita umat Islam tata cara bergaul tersebut telah diatur dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulllah SAW yang sering kita sebut dengan Sifat terpuji atau akhlak terpuji.
Dalam pembahasan yang akan kami terangkan pada makalah ini, bahwa kami akan mengemukakan diantara  bentuk-bentuk dari akhlak terpuji tersebut mulai dari pengertian, macam-macam sampai kepada bentuk-bentuk atau contoh dari akhlak terpuji tersebut.
Hal ini kami susun dalam bentuk sebuah makalah, disamping untuk menambah wawasan kami sebagai pemakalah mengenai pembahasan akhlak terpuji ini, dan juga dengan pembahasan ini agar kami dan segenap pembaca lainnya mampu menjadikan ilmu ini sebagai salah satu rujukan dalam melakukan pergaulan dalam kehidupan sehari-hari.

1.2         Rumusan Masalah
a.         Apa pengertian akhlak terpuji ?
b.        Apa saja macam-macam akhlak terpuji ?
c.         Bagaimana berkompetisi dalam melakukan kebaikkan (akhlak terpuji) ?
d.        Apa saja prilaku yang mencerminkan berkompetisi dalam melakukan kebaikkan (akhlak terpuji) ?

1.3         Tujuan Penulisan
a.         Agar dapat menjelaskan pengertian sifat-sifat terpuji (akhlakul mahmudah).
b.        Agar dapat mengetahui saja macam-macam akhlak terpuji.
c.         Untuk memenuhi tugas sekolah di SMA Negeri 1 Surade



BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Pengertian Akhlak Terpuji
Akhlak berasal dari bahasa Arab “akhlaq” yang merupakan bentuk jamak    dari “khuluq”, atau akhlak juga berarti  budi pekerti, tabia’at, watak.
Sedangkan menurut istilah akhlak didefenisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
a.         Menurut Al-Ghazali, segala sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran tanpa pertimbangan.
b.        Menurut Abdul Karim Zaidan, nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa sehingga seseorang dapat menilai perbuatan baik atau buruk, kemudian memilih melakukan atau meninggalkan perbuatan tersebut.

2.2         Macam-Macam Akhlak Terpuji
Banyak sikap atau prbuatan yang trmasuk kategori sifat terpuji, berikut ini kami uraikan beberapa di antaranya:
a.        Zuhud
Kata zuhud, secara etimologi, berarti yang menunjukkan atas sedikitnya sesuatu. Secara terminologi, Zuhud dapat diartikan dengan suatu keadaan meninggalkan dunia dan hidup kebendaan. Atau zuhud adalah berpalingnya keinginan terhadap sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik darinya. Serta zuhud adalah tidak menyukai sesuatu dan menyerahkannya kepada yang lain. Barang siapa yang meninggalkan kelebihan dunia dan membencinya, lalu mencintai akhirat, maka dia adalah orang zuhud di dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa zuhud yang tertinggi adalah tidak menyukai segala sesuatu selain Allah swt, bahkan terhadap akhirat.
Dari pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa zuhud adalah meninggalkan sesuatu karena sesuatu itu dinilai sedikit atau kecil dan berpindah kepada sesuatu yang besar. Sesuatu yang sedikit atau kecil adalah dunia dan sesuatu yang besar adalah akhirat serta yang terbesar adalah Allah SWT.
b.        Tawaqal
1.        Pengertian Tawaqal.
Menurut bahasa, lafal tawakal berasal dari bahasa arab yg artinya bersandar. Menurut istilah , tawakal ialah sikap berserah diri kepada Allah setelah melakukan usaha secara maksimal. Seseorang yg berusaha secara maksimal untuk mencapai suatu keinginan atau cita-cita ,setelah itu dia menerima dengan ikhlas dan berserah diri kepada Allah atas hasil yg akan dia dapatkan, orang ini disebut bertawakal.Orang yg bertawakal ,maka ia termasuk orang yg berakhlak mulia
Pengertian Tawakkal menurut para ahli dan ulama yaitu :
a)        Imam al-Ghazâli
Tawakkal adalah menyandarkan diri kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tentram.
b)        Hamka 
Tawakkal adalah menyerahkan segala urusan atau perkara ikhtiar dan usaha kepada Allah swt karena kita lemah dan tak berdaya.
c)        Hamzah Ya’qub 
Tawakkal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana, bersandar kepada kekuatan-Nya dalam melaksanakan suatu pekerjaan, berserah diri kepada-Nya pada waktu menghadapi kesukaran.
d)       Menurut Imam Ahmad bin Hambal
Tawakkal merupakan aktivitas hati, artinya tawakkal itu merupakan perbuatan yang dilakukan oleh hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Dan tawakkal juga bukan merupakan sebuah keilmuan dan pengetahuan. (Al-Jauzi:2004. Hal 337)
e)        Ibnu Qoyim al-Jauzi
Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (baca; penghambaan) hati dengan menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah, tsiqah terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikannya segala ‘kecukupan’ bagi diriny, dengan tetap melaksanakan ‘sebab-sebab’ (baca ; faktor-faktor yang mengarakhkannya pada sesuatu yang dicarinya) serta usaha keras untuk dapat memperolehnya.” (Al-Jauzi/ Arruh fi Kalam ala Arwahil Amwat wal Ahya’ bidalail minal Kitab was Sunnah, 1975 : 254)
Adapun menurut ajaran Islam, tawakkal itu adalah menyerahkan diri kepada Allah swt setelah berusaha keras dan berikhtiar serta bekerja sesuai dengan kemampuan dan mengikuti sunnah Allah yang Dia tetapkan.Jadi dapat di simpulkan pengertian tawakkal adalah berserah diri kepada Allah setelah berusaha keras, dan menunggu hasilnya.
2.        Ciri-ciri Tawaqal
a)        Mujahadah ( semangat yang kuat )
Sebagai seorang mukmin dan muslim dianjurkan untuk  memiliki akhlak yang baik.  Salah satunya tawakkal. Guna terciptanya sosialisasi yang tentram,tenang,dan damai.
Tawakkal bukan hanya sekedar merasakan segala perkara kepada Allah, tetapi diawali dengan usaha-usaha ataupun jalan-jalannya yang kuat. Setelah itu serahkan hasilnya kepada Allah SWT.
Diantara ciri orang yang  bertawakkal  ialah memiliki semangat yang kuat. Mempunyai semangat yang kuat merupakan salah satu akhlak orang mukmin yang dianjurkan oleh Islam.
Orang mukmin yang menempuh cara semacam ini adalah orang  yang  lebih bagus dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada orang yang lemah semangatnya, tidak mau bekerja keras dan  mengerjakan atau mencari pekerjaan yang berfaedah. Sepantasnyalah setiap orang untuk meningkatkan  ilmu,budi pekerti, serta kemasyarakatan dan perekonomiannya.
b)        Bersyukur
Ciri lain orang yang bertawakkal ialah ia senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. Apabila ia sukses ataupun berhasil dalam segala urusan ataupun ia mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan ia tak luput untuk senantiasa  bersyukur kepada Allah, karena ia menyadari dan meyakini bahwa semua yang ia dapatkan itu adalah takdir Allah dan kehendak-Nya.
Dengan bersyukur pula ia akan selalu merasa puas, senang dan bahagia. Seperti dalam firman Allah: “Bersyukurlah kepada-Ku niscaya akan aku tambah nikmatnya, tapi jika tidak bersyukur sesungguhnya azabku teramat pedih “
c)        Bersabar
Ciri orang yang bertawakkal selanjutnya ialah selalu bersabar. Sebagai orang mukmin yang bertawakkal kepada Allah ia akan bersabar, baik dalam proses maupun dalam proses maupun dalam hasil. Karena dengan inilah ia akan bahagia dan tenang  atas apa yang di terimanya. Rosulullah. dalam buku 1100 hadits terpilih (1991:274) karangan  Dr. Muhammad Faiz Almath , Rosulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut: “Orang yang bahagia ialah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah dan orang yang terkena ujian dan cobaan dia bersabar.” ( HR. Ahmad dan Abu dawud)
d)       Intropeksi Diri (Muhasabah)
Orang yang bertawakkal salah satu sikapnya  ialah intropeksi diri. Dimana ia akan intropeksi diri apabila ia kurang sukses daam menjalankan sesuatu ia tidak membuat dirinya “drop”, melainnkan ia selalu intropeksi pada diri, dapat dikatakan muhasabah. Senantiasa mengoreksi apa yang telah dilakukannya. Setelah itu ia akan berusaha menghindari faktor penyebab suatu kegagalan tersebut serta senantiasa memberikan yang terbaik pada dirinya.
c.         Ikhlas
Ikhlas merupakan amalan hati yang paling utama dan paling tinggi dan paling pokok, Ikhlas merupakan hakikat dan kunci dakwah para rasul sejak dahulu kala. Ikhlas merupakan istilah tauhid , orang- orang yang ikhlas adalah mereka yang mengesankan Allah dan merupakan hamba Nya yang terpilih.  Fungsi Ikhlas dalam amal perbuatan sama dengan kedudukan ruh pada jasad kasarnya, oleh karena itu mustahil suatu amal dan ibadah dapat diterima yang dilakukan  tanpa keikhlasan sebab kedudukannya sama dengan orang yang melakukan amal dan ibadah tersebut bagai tubuh yang tidak bernyawa.
Lafaz ikhlas menunjukkan pengertian jernih, bersih dan suci dari campuran dan pencemaran. Sesuatu yang murni artinya bersihtanpa ada campuran, baik yang bersifat materi maupun nonmateri.  Adapun pengertian ikhlas menurut syara’ adalah seperti yang diungkapkan oleh ibnu qayyim berikut: Mengesankan Allah dalam berniat bafi yang melakukan ketaatan, bertujuan hanya kepada Nya tanpa mempersekutukan Nya dengan sesuatupun. Dan menurut Al- Fairuzabi :” Ikhlas karena Allah , artinya meninggalkan riya’ dan tidak pamer.
Orang yang ikhlas adalah seseorang yang tidak peduli meskipun semua penghargaan atas dirinya hilang demi meraih kebaikan hubungan kalbunya dengan Allah, dan orang tersebut tidak ingin apa yang ia lakukan dipamerkan walaupun sebesar bizi zarahpun. Sebagaimana Firman Allah SWT:
 قُلِ ٱللَّهَ أَعۡبُدُ مُخۡلِصٗا لَّهُۥ دِينِي ١٤
Artinya: Katakanlah: "Hanya Allah saja yang Aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". (QS. Az-Zumar: 14)
Dikisahkan oleh Umamah ra, ada seorang laki-laki yang datang menemui Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pendapat Engkau tentang seseorang yang berperang dengan tujuan mencari pahala dan popularitas diri. Kelak, apa yang akan ia dapat di akherat?” Rasulullah SAW menjawab, “Dia tidak mendapatkan apa-apa. Orang itu mengulangi lagi pertanyaannya sampai tiga kali. Tetapi Rasulullah SAW tetap menjawabnya, “Ia tidak menerima apa-apa!” Kemudian Beliau SAW bersabda,“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan, kecuali yang murni dan yang mengharapkan ridha-Nya”. (HR. Abu Daud dan Nasa’i).
Keterangan itu menjelaskan kepada kita agar meluruskan niat dalam beramal. Amal perbuatan sangat tergantung pada niat. Niat yang baik akan mendapatkan pahala, walaupun amalan itu sangat kecil. Tetapi niat yang buruk akan mendapatkan dosa walaupun amalan itu sangat besar menurut syariat. Berjihad merupakan amalan yang sangat besar dan memerlukan pengorbanan yang sangat besar pula, baik harta maupun tenaga, bahkan bisa mempertaruhkan nyawa. Pahalanya pun luar bisa. Mati syahid merupakan mati yang paling mulia. Tetapi, jika niatnya buruk, umpamanya karena niat ingin disebut sebagai pejuang yang hebat, maka hasil yang didapatkan adalah kehinaan dan kesengsaraan di akherat nanti.
Demikian pula ikhlas merupakan dasar dari amalan hati, sedangkan pekerjaan anggota tubuh lainnya mengikut padanya dan menjadi pelengkap baginya. Ikhlas dapat membesarkan amal yang kecil hingga menjadi seperti gunung.
d.        Amanah
Kata amanah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain. Definisi amanah tersebut memberikan pengertian bahwa setiap amanah selalu melibatkan 2 pihak yaitu si pemberi amanah dan si penerima amanah. Lebih jelasnya, hubungan keduanya dapat dijelaskan dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya manusia secara individu diberi amanah berupa umur oleh Allah. Pertanyaannya adalah digunakan untuk apa umur tersebut? Apakah umur itu digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat seperti bekerja, melaksanakan ibadah puasa, membaca Al Qur’an, dan yang lainnya. Bila kita sebagai individu sudah melaksanakan amanah tersebut sesuai tuntunan-Nya, maka kita pantas disebut orang yang dapat dipercaya alias bisa menjalankan amanah dari-Nya. Sebaliknya bila kita salah menggunakan amanah tersebut misalnya bermalas-malasan, tidak mau bekerja, hanya berdiam saja di rumah, maka kita oleh Allah dianggap orang yang tidak dapat dipercaya alias tidak beramanah seperti dalam firman Allah, yaitu:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٧
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.”  (QS. Al-Anfaal: 27)
Selain itu, contoh lainnya dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam berorganisasi. Adakah amanah di dalamnya? Tentu ada. Amanah apa yang dipikul seorang pemimpin atas anggota yang dipimpinnya. Tidak lain adalah mengajak, membimbing, dan mengarahkan anggotanya untuk berperilaku sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka tidak hanya sejahtera di dunia juga di akhirat. Oleh karena itu, menjadi pemimpin umat beragama tidaklah mudah karena setiap kata dan tindakannya akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia apalagi di akhirat kelak. Seperti lazimnya dilakukan oleh organisasi, hal tersebut direalisasikan dalam bentuk Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ). LPJ itu lah yang merupakan wujud amanah yang diemban oleh sang pemimpin dan jajarannya. Jadi, amanah tidaknya seseorang pemimpin bukan dilihat dari penampilan fisik, materi atau keturunan, tetapi lebih ditentukan oleh kinerja. Misalnya bagaimana sang pemimpin mampu memobilisasi (menggerakkan) anggota serta mengorganisir sedemikian rupa sehingga mampu memberdayakan potensi anggota untuk kemaslahatan bersama sehingga yang menjadi tujuan utama adalah untuk kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi. 
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa amanah bisa diperlihatkan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari seperti kehidupan individu, keluarga, masyarakat, hingga negara. Dan setiap amanah yang diemban oleh individu akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun di akhirat. Jika tidak melaksanakan amanah dengan baik maka ia tidak memiliki iman yang kuat.

2.3         Berkompetisi dalam Kebaikan  (akhlak terpuji) Sesuai Perintah Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah:148 dan Hadist Nabi
Berlomba dalam menggapai dunia bukan hal yang asing lagi di tengah kita untuk masuk perguruan tinggi terkemuka kita dapat menyaksikan sendiri bagaimana setiap orang ingin dapat yang terdepan. Cita-citanya bagaimana bisa mendapat penghidupan yang bahagia kelak,namun amat jarang kita perhatikan orang-orang berlomba dalam hal akhirat.
Sedikit orang yang mendapat rahmat Allah yang mungkin sadar akan hal ini. Cobalah saja perhatikan bagaimana orang-orang lebih senang menghafal berbagai tembangan ‘nyanyian’ daripada menghafalkan Al Qur’an Al Karim. Bahkan lebih senang menjadi nomor satu dalam hal tembangan, lagu apa saja yang dihafal, daripada menjadi nomor satu dalam menghafalkan Kalamullah.
Di dalam shalat jama’ah pun, kita dapat saksikan sendiri bagaimana ada yang sampai menyerahkan shaf  terdepan pada orang lain. “Silahkan, Bapak saja yang di depan”, ujar seseorang. Akhirat diberikan pada orang lain. Padahal shaf terdepan adalah shaf utama dibanding yang di belakangnya bagi kaum pria.
Demikianlah karena tidak paham dalam hal menjadi nomor satu dalam kebaikan akhirat sehingga rela jadi yang terbelakang.
Ayat yang patut direnungkan bersama pada kesempatan kali ini adalah firman Allah Ta’ala dalam Surat Al-Baqarah 148 :
وَلِكُلّٖ وِجۡهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَاۖ فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ أَيۡنَ مَا تَكُونُواْ يَأۡتِ بِكُمُ ٱللَّهُ جَمِيعًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ١٤٨
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.( Q.S Al- Baqarah : 148 )”.
Isi kandungan ayat diatas adalah :
Setiap umat mempunyai kiblat, umat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap ke ka’bah, Bani Israil dan orang-orang Yahudi menghadap ke Baitul Maqdis, dan Allah telah memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap ka’bah dalam shalat. Oleh karena itu, hendaknya kaum muslimin bersatu, bekerja dengan giat, beramal, bertobat dan berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan dan tidak menjadi fitnah atau cemooh dari orang-orang yang ingkar sebagai penghambat..
Allah akan menghimpun seluruh manusia untuk dihitung dan diberi balasan atas segala amal perbuatannya. Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang dapat melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan. Kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal saleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku di mana pun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya semakin banyak perbuatan baik yg dilakukannya maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT.
Memahami ilmu kebaikan bagi seorang muslim tiap amal yang dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu semakin banyak ilmu yg dimiliki dipahami dan dikuasai insya Allah akan makin banyak amal yang bisa dilakukannya sedangkan makin sedikit pemahaman atau ilmu seseorang akan semakin sedikit juga amal yg bisa dilakukannya apalagi belum tentu orang yg mempunyai ilmu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini berarti seseorang akan semakin terangsang untuk melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu.
Paling tidak ada dua kriteria tentang kebaikan yang diterima oleh Allah SWT. Pertama ikhlas dalam beramal yakni, Pertama, melakukan suatu amal dengan niat semata-mata ikhlas krna Allah SWT atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu dalam hadis yg terkenal Rasulullah saw bersabda yang artinya “Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya”.
Kedua melakukan kebaikan itu secara benar hal ini krna meskipun niat seseorang sudah baik bila dalam melakukan amal dengan cara yg tidak baik maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT karen ini termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama hidupnya yang jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yg sudah disebutkan pada QS 2:148 di atas.
Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani untuk mengabdi kepada Allah SWT yang terwujud salah satunya dalam bentuk melakukan kebaikan dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai bentuk kongkret dari perwujudan kehidupan yg baik di dunia dan ini pula yang akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak.
Selain itu, terdapat juga hadist yang bunyinya sebagai berikut :
 “Bersegeralah kalian untuk melakukan amal shaleh, karena akan terjadi bencana yang menyerupai malam yang gelap gulita, yaitu seseorang di waktu pagi dia beriman tetapi pada waktu sore dia kafir, atau pada waktu sore ia beriman tetapi pada waktu paginya ia kafir, dia rela menukar agamanya dengan sedikit keuntungan dunia.” (HR. Muslim).


2.4         Contoh Perilaku yang Menampilkan Kompetisi dalam Kebaikkan
1.        Mampu memiliki 5 kecerdasan yaitu kecerdasan spiritual, intelektual, sosial, emosional, dan fisik.
2.        Mampu menjadi model atau usuwa, inovator, pemberi inspirasi, transformator, motivator, dan educator dalam kehidupan.
3.        Mampu mengambil keputusan yang tepat dan benar.
4.        Seseorang yang memiliki kebiasaan berkata qaulan sadida (QS. An-Nisa : 9), qaulan karima (QS.Al-Isra’ : 23), qaulan baliga(QS.An-Nisa : 63), qaulan maisura (QS.Al-Isra’ : 28) dan qaulan layyina (QS.Taha : 44).


















BAB III
PENUTUP

2.1.       Kesimpulan
Jadi dari penjabaran yang telah kita uraikan dalam materi diatas, dapat kita berikan kesimpulan akhlak tersebut merupakan sutu bentuk atau cerminan yang tertatanam dalam diri seseorang dan hal tersebut terealisasi dalam kehidupannya sehari-hari.
Adapun  bentuk dari akhlak terpuji tersebut ada beberapa bagian, diantaranya sebagai berikut; zuhud, tawaqal, ikhlas, jihad dan  amanah. Semuanya itu memiliki sisi positif dari pergaulan yang kita lakukan, baik dalam melakukan hubungan yang bersifat horizontal atau dalam melakukan hubungan dengan Allah SWT atau dalam melakukan hubungan secara vertikal yaitu dalam melakukan hubungan atau bergaul antar sesama Manusia.
Perintah berkompetisi dalam kebaikkan (akhlak terpuji) tercermin dalam Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah ayat 148 dan  Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh HR. Muslim.

2.2.       Saran
Dari pembahasan yag telah kami sajikan diatas, kami berharap mudah-mudahan setelah kita mempelajari pelajaran mengenai akhak terpuji ini, agar bisa kita jadikan sebagai rujukan dalam melakukan pergaulan dalam kehidupan baik berhubungan dengan Allah atau bergaul antar sesama manusia.




DAFTAR PUSTAKA

http://venieafanny.blogspot.co.id/2014/03/al-quran-hadits-tentang-berlomba-lomba.html
http://ukhuwahislah.blogspot.co.id/2013/06/makalah-prilaku-akhlak-terpuji_23.html
http://sejarahislamku99.blogspot.co.id/2014/08/kompetisi-dalam-kebaikan.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar