Adsens

Minggu, 01 Januari 2017

Makalah Tentang Filsafat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar belakang
Pancasila merupakan dasar falsafah dari Negara Indonesia. Pancasila telah diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari. Pancasila lahir 1 Juni 1945 dan ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa tokoh yang merumuskan pancasila ialah Mr Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Jika pancasila dilihat dari aspek historis maka disini bisa dilihat bagaimana sejarah pancasila yang menjiwai kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia dan bagaimana pancasila tersebut dirumuskan menjadi dasar Negara.
Hal ini dilihat dari pada saat zaman penjajahan dan kolonialisme yang mengakibatkan penderitaan bagi seluruh bangsa Indonesia, yang kemudian diperjuangkan oleh bangsa Indonesia akhirnya merdeka sampai sekarang ini, nilai-nilai pancasila tumbuh dan berkembang dalam setiap kehidupan masyarakat Indonesia. Tentunya pengamalan sila-sila pancasila juga perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam filsafat pancasila, kita dituntut untuk mempelajari apa hakikat pancasila, baik sebagai pandangan hidup maupun sebagai dasar Negara begitu pula mengenai apa hakikat tiap-tiap sila. Dalam tulisan ini saya akan mencoba menggali bagaimana hakikat sila pertama pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dalam filsafat dan Etika pancasila.


1.2       Perumusan masalah
 Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka  penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
1.        Bagaimana hakikat sila Ketuhanan yang Maha Esa dalam filsafat pancasila ?
2.        Landasan filosofis apakah yang melatarbelakangi adanya sila Ketuhanan yang Maha Esa?
1.3         Tujuan
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
2.      Untuk mengetahui hakikat yang terdapat dalam sila Ketuhanan yang Maha Esa dalam filsafat pancasila
3.      Untuk mengetahui landasan filosofis dari Sila Ketuhanan Yang Maha Esa serta perwujudannya sebagai etika pancasila
4.      Untuk mendalami makna pancasila sebagai dasar falsafah Negara Republik Indonesia















BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos”  (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan  pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom”atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata  tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut:
•       Socrates (469-399 s.M.)
         Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu  dan mau melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif
•       Plato (472 – 347 s. M.)
         Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai  ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan  tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.   

2.2         Fungsi filsafat
Dengan memperhatikan makna filsafat sebagai proses dan produk filsafat, serta pengkajiannya, filsafat juga berfungsi bagi kehidupan manusia dalam kehidupannya sebagai individu maupun anggota masyarakat. Fungsi tersebut antara lain, sebagai berikut :
a.         Berfilsafat mengajak manusia bersikap arif, berwawasan luas terhadap berbagai problem yang dihadapi. Manusia diharapkan mampu memecahkan problem tersebut dengan cara mengidentifikasinya agar jawaban-jawaban dapat diperoleh dengan mudah.
b.        Filsafat dapat membentuk pengalaman kehidupan seseorang secara lebih kreatif atas dasar pandangan hidup atau ide-ide yang muncul  karena keinginannya.
c.         Filsafat dapat membentuk sikap kritis seseorang dalam menghadapi permasalahan, baik dalam komunitas, agama dan hal-hal lain diluar dirinya, secara lebih arif, rasonal dan tidak terjebak dalam fanatisme yang berlebihan.
d.        Bagi mahasiswa atau ilmuan dibutuhkan kemampuan menganalisis, atau analisis kritis yang komprehensif dan sintetis  atas berbagai masalah ilmiah yang dituangkan dalam suatu riset atau kajian ilmiah lainnya


2.3   Pengertian Pancasila Sebagai Sistem
Pancasila yang terdiri dari atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.        Suatu kesatuan bagian-bagian.
2.        Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3.        Saling berhubungan, saling ketergantungan.
4.        Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem).
5.        Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (shore dan Voich, 1974:22).
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asa sendiri. Dasar filsafat Negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asas peradaban. Namun demikian sila-sila pancasila itu bersama-sama merupakan suatu kesatuan dan keutuhan. Setiap sila merupakan suatu unsur dari kesatuan pancasila. Maka dasar filsafat Negara pancasila adalah suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal.
Sila-sila pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Antara sila –sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasi oleh sila –sila yang lainnya. Secara demikian ini maka pancasila pada hakikatnya merupakan sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya saling berhubungan secara erat hingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa yang nilai-nilainya telah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan suatu sistem dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana sistem filsafat lainnya antara lain matrealisme, idealism, rasioanlisme, liberalism, sosialisme dan sebagainya.
Kenyataan Pancasila yang demikian itu disebut kenyataan objektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain, atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan objektif yang ada dan terlekat pada pancasila, sehingga pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas, dan berbeda dengan sistem filsafat lainnya. Hal ini secara ilmiah disebut ciri khas secara objektif (Notonagoro, 1975:14). Misalnya kita mengamati jenis-jenis logam tertentu, emas, perak, tembaga dan lainnya, kesemua jenis logam itu mempunyai ciri khas tersendiri. Jadi ciri khas yang dimiliki oleh sesuatu itu akan menunjukkan jati diri, atau sifat yang khas dan khusus yang tidak dimliki oleh sesuatu lainnya. Oleh Karena itu pancasila sebagai sistem filsafat akan memberikan ciri-ciri yang khas, yang khusus yang tidak terdapat pada sistem filsafat lainnya.
2.4       Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
Kesatuan sila-sila pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila pancasila.
2.4.1    Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesatuan yang menyangkut sila-silanya saja, melainkan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila Pancasila atau secara filosofis merupakan dasar ontologis sila-sila pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa yang berketuhanan YME, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan dan berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia. (Notonagoro, 1975:23). Demikian juga jikalau kita pahami dari segi filsafat Negara bahwa Pancasila adalah dasar filsafat Negara , adapun pendukung pokok Negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila Pacasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodratmanusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan manusia sebagaimakhluk Tuhan YME. Oleh karena kedudukan manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkhis sila pertama Ketuhanan YMEmendasari dan menjiwai keempat sila-sila pancasila yang lainnya.
Hubungan kesesuaian antara negara dengan landasan sila-sila pancasila adalah berupa hubungan sebab akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai sebab adapun negara sebagai akibat.
Sebagai suatu sistem filsafat landasan sila-sila pancasila itu dalam hal isinya menunjukan suatu hakikat makna yang bertingkat, serta ditinjau dari keluasannya memiliki bentuk  piramidal.

2.4.2   Dasar Epitemologis Sila-Sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti yang demikian ini telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan. Dan hal ini berarti filsafat telah menjelma menjadi Ideologi (Abdulgani, 1998). Sebagai suatu ideologi maka pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu, 1) logos yaitu Rasionalitas atau penalaran, 2) pathos atau penghayatan, dan 3) ethos yaitu kesusilaan (wibisono, 1996:3). Sebagai suatu sistem filsafat serta ideologi maka pancasila harus memiliki unsur rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu sistem pengetahuan.
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu, pertama: tentangsumber pengetahuan pancasila, sebagaimana dipahami bersama bahwa sumber pengetahuan pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukannya hanya merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atu beberapa orang saja namun dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa indonesia dalam mendirikan negara. Dengan kata lain bahwa bangsa indonesia adalah sebagai kausa materialis Pancasila.
Berikutnya tentang susunan pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Sebagai suatu sistem pengetahuan maka pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis baik dalam arti susunan sila-sila pancasila maupun isi arti sila-sila pancasila. Dan susunan kesatuan sila-sila pancasila adalah bersifat hierarkhis dan berbenuk piramidal.
Dan susunan isi arti pancasila meliputi tiga hal, yaitu : pertama, isi arti pancasila yang umum universal. Kedua, isi arti Pancasila yang umum kolektif. Ketiga, isi arti pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit.
Pembahasan berikutnya adalah pandangan panasia tentang pengetahuan manusia. Menurut pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur-unsur pokok yaitu Susunan kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa. Tingkatan hakikat raga manusia adalah unsur-unsur : fisis anorganis, vegetatif, animal. Adapun unsur jiwa (rohani) manusia terdiri atas unsur potensi jiwa manusia yaitu : akal, rasa, kehendak. Menurut Notonagoro dalam skema potensi rohaniah manusia terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan akal manusia merupakan sumber daya cipta manusia dan dalam kaitannya dengan upaya untuk memperoleh pengetahuan yang benar terdapat tingakat-tingkat pemikiran sebagai berikut : memoris, reseptif dan kreatif. Adapun potensi atau daya untuk meresapkan pengetahuan atau dengan kata lain transformasi pengetahuan terdapat tingkatan sebagai berikut :demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham (Notonagoro, tanpa tahun). Berdasarkan tingkatan tersebut di atas maka pancasila mengakui kebenaran rasio yang bersumber pada akal manusia.
Epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran konsesus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Sebagai suatu paham epistemologi maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.


2.5     Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut ini kita uraikan:
a.       Ketuhanan Yang Maha Esa
           Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
            Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan (atheisme).
b.      Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
            Kemanusiaan berasal dari kata manusia yaitu makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur, dan susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan tindakan harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Dengan demikian, sila ini mempunyai makna kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan.
Hakikat pengertian di atas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alenia Pertama : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan…”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD.

c.       Persatuan Indonesia
            Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
            Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alenia keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia…”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD 1945.
d.      Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
            Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
            Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan.
            Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “…maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat...”
e.       Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
            Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.
            Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis karena keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai bagian dari masyarakat. Konsekuensinya meliputi:
1.      Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan warganya dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban.
2.      Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara, dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.


BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Tuhan adalah ”causa prima”/sebab yang pertama , karena tidak tergantung pada siapa pun atau pada apapun juga. Dia adalah yang mutlak, seluruh alam semesta adalah ciptaannya. Yang Maha Esa adalah yang satu atau maha tunggal. Esa dalam dzatnya, budinya, kehendaknya, adanya, adanya adalah hakekatnya Tuhan bukan suatu compositum seperti manusia yang terdiri atas jiwa dan badan, maka tidak ada yang menyamainya.
Pancasila adalah sebagai dasar filsafat Negara Indonesia, yang nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala, berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan, dan nilai-nilai agama. Dengan demikian sila Ketuhanan yang Maha Esa nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sebagai kausa materialis. Makna yang terkandung dalam sila Ketuhanan yang Maha Esa sebenarnya intinya adalah Ketuhanan.

3.2       Saran
Dalam kehidupan kita memang harus menjadikan pancasila sebagai pedoman dasar dan harus melakukan pengamalan sila-sila dalam pancasila. Dalam sila pertama terutama, kita harus menghormati berbagai macam agama yang ada di Indonesia, sebagai perwujudan akan saling menghormati dan menghargai sesama pemeluk agama. Karena Indonesia ini terdiri dari kemajemukan agama di dalam berbagai wilayah Indonesia.
Selain itu manusia di Indonesia juga diberikan kebebasan untuk memeluk agamanya sesuai dengan kepercayaannya masing-masing selama agama tersebut merupakan agama yang keberadaannya diakui di Indonesia. Oleh karena itu kerukunan antar umat beragama perlu kita jaga sebagai masyarakat Indonesia yang Bhineka tunggal Ika dalam rangka perwujudan dan pengamalan sila-sila Pancasila terutama dalam sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.


DAFAR PUSTAKA

Bedjo dan Zainul Akhyar. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan (civic education untuk perguruan tinggi). Banjarmasin: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan. Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Lambung Mangkurat.
Kaelan. 2004.   Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.
Kaelan dan Ahmad Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Paradigma.
Kansil, C. S. T, dan Christine.  S. T. Kansil. 1971. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Jakarta : Paradnya Paramita.
Salam, Burhanuddin. 1996.  Filsafat Pancasilaisme. Jakarta : PT. Rineka cipta.
Sutarto. 2006. Aspirasi, PKN kelas X semester 2. Surakarta : CV. Pustaka Manggala.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar