BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pada
saat sekarang ini semakin banyak masyarakat Indonesia yang mengabaikan arti
dari pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi. Bahkan
bukan hanya mengabaikan, namun banyak juga yang tidak mengetahui makna dari
dasar negara dan konstitusi tersebut. Korupsi yang terjadi di semua lini
kehidupan masyarakat menumbuhkan sikap dan pemikiran bahwa dalam pemberantasan
korupsi di negara ini membutuhkan langkah yang berada di luar konstitusi. Hal
ini terbukti dengan keadaan negara Indonesia yang telah terkooptasi oleh
kekuatan koruptif sehingga melahirkan sikap-sikap negatif masyarakat terhadap
konstitusi. Sekilas memang tidak ada korelasi penting antara korupsi dan
konstitusi. Akan tetapi, Refleksi atas maraknya perlawanan terhadap korupsi,
dapat dilihat dari perlawanan balik para koruptor melalui media judicial
review. Melalui putusan MK, kita dapat melihat bagaimana korupsi menjadi barang
haram dalam konstitusi. Korupsi telah menjadi kejahatan kemanusiaan, dengan
menghapus hak-hak ekonomi dan sosial rakyat. Sedangkan konstitusi berperan
dalam menata sistem pemberantasan korupsi. Artinya, korupsi adalah
inkonstitusional, dan pemberantasan korupsi harus sejalan dengan konstitusi.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan
maslah dalam makalah ini adalah :
1.
Apa
pengertian kesadaran berkonstitusi?
2.
Apa
saja istilah konstitus?
3.
Apa
sifat-sifat Konstitusi?
4.
Bagaimana
menumbuhkan kesadaran berkonstitusi?
C.
Tujuan
Tujuan dari
penyusunan makalah ini :
1.
Sebagai
pemenuhan tugas Mata Pelajaran PKn
2.
Sebagai
bahan pembelajaran dalam pembuatan sebuah makalah
3.
Menambah
wawasan mengenai kesadaran dalam berkonstitusi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constitution (Bhs. Inggris) –
constitutie (Bhs. Belanda) – constituer (Bhs. Perancis), yang berarti
membentuk, menyusun, menyatakan. Dalam bahasa Indonesia, konstitusi
diterjemahkan atau disamakan artinya dengan UUD. Konstitusi menurut makna
katanya berarti dasar susunan suatu badan politik yang disebut negara.
Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu
berupa kumpulan peraturan untuk membentuk, mengatur, atau memerintah negara.
Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang
berwenang, dan ada yang tidak tertulis berupa konvensi. Dalam konsep dasar
konstitusi, pengertian konstitusi:
1)
Kontitusi
itu berasal dari bahasa parancis yakni constituer yang berarti membentuk.
2)
Dalam
bahasa latin konstitusi berasal dari gabungan dua kata yaitu “Cume” berarti
bersama dengan dan “Statuere” berarti membuat sesuatu agar berdiri atau
mendirikan, menetapkan sesuatu, sehingga menjadi “constitution”.
3)
Dalam
istilah bahasa inggris (constution) konstitusi memiliki makna yang lebih luas
dan undang-undang dasar. Yakni konstitusi adalah keseluruhan dari
peraturn-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam
suatu masyarakat.
4)
Dalam
terminilogi hokum islam (Fiqh Siyasah) konstitusi dikenal dengan sebutan DUSTUS
yang berati kumpulan faedah yang mengatur dasar dan kerja sama antar sesame
anggota masyarakat dalam sebuah Negara.
5)
Menurut
pendapat James Bryce, mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka
masyarakat politik (Negara yang diorganisir dengan dan melalui hokum. Dengan
kata lain konstitusi dikatakan sebagai kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur
kekuasaan pemerintahan, hak-hak rakyat dan hubungan diantara keduanya
Dalam
perkembangannya, istilah konstitusi mempunyai dua pengertian, yaitu:
Dalam
pengertian luas (dikemukakan oleh Bolingbroke), konstitusi berarti keseluruhan
dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar. Seperti halnya hukum pada
umumnya, hukum dasar tidak selalu merupakan dokumen tertulis atau tidak tertulis
atau dapat pula campuran dari dua unsur tersebut. sebagai hukum dasar yang
tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis /
Konvensi.
Dalam
arti sempit (dikemukakan oleh Lord Bryce), konstitusi berarti piagam dasar atau
UUD, yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara.
Contohnya adalah UUD 1945.
Sesungguhnya pengertian konstitusi berbeda dengan Undang Undang
Dasar, hal tersebut dapat dikaji dari pendapat L.J. Apeldorn dan Herman Heller.
Menurut Apeldorn, konstitusi tidaklah sama dengan UUD. Undang-Undang Dasar
hanyalah sebatas hukum yang tertulis, sedangkan konstitusi di samping memuat
hukum dasar yang tertulis juga mencakup hukum dasar yang tidak tertulis.
B.
Sifat-Sifat Konstitusi
Konstitusi juga memiliki sifat dalam pelaksanaanya pada setiap
negara. Sifat konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sehingga
penyelenggara kekuasaan tidak bertindak sewenang-wenang. Demikian hak-hak warga
negara akan dilindungi. Sifat-sifat konstitusi tersebut antara lain sebagai
berikut:
1.
Membatasi
kekuasaan si penguasa dan menjamin hak warga negara.
2.
Merupakan
pencerminan keadaan masyarakat dan negara yang bersangkutan.
3.
Memberi
petunjuk dan arah kemana negara akan dibawa.
4.
Dasar
dan sumber hukum bagi peraturan perundangan dibawahnya.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
konstitusi adalah aturan-aturan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis
yang memuat garis-garis besar dan asas-asas kenegaraan. Di Indonesia
aturan-aturan tersebut terwujud dalam UUD 1945.
C.
Menumbuhkan Kesadaran Berkonstitusi
Bentuk
untuk menumbuhkan kesadaran berkonstitusi bagi warga negara Indonesia yang
meliputi:
1.
Kesadaran
dan kesediaan untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia sebagai
hak azasi bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
belajar/bekerja keras untuk menjadi manusia Indonesia yang berkualitas, siap
membela negara sesuai kapasitas dan kualitas pribadi masing-masing, dan rela
berkorban untuk Indonesia.
2.
Kesadaran
dan pengakuan bahwa kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa sebagai rahmat Allah
Yang Maha Kuasa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: selalu
bersyukur, tidak arogan, dan selalu berdoa kepada Allah Yang Maha Kuasa.
3.
Kepekaan
dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan perwujudan perilaku
sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap
kebijakan publik perlindungan negara.
4.
Kepekaan
dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk memajukan
kesejahteraan umum dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap
kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik perlindungan negara.
5.
Kepekaan
dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap
kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik pencerdasan kehidupan
bangsa
6.
Kepekaan
dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara yang melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap kritis,
skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik hubungan luar negeri Indonesia.
7.
Kemauan
untuk selalu memperkuat keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menjalankan ibadah ritual
dan ibadah sosial menurut keyakinan agamanya masing-masing dalam konteks
toleransi antar umat beragama.
8.
Kemauan
untuk bersama-sama membangun persatuan dan kesatuan bangsa dengan perwujudan
perilaku sehari-hari antara lain: bersikap tidak primordialistik, berjiwa
kemitraan pluralistik, dan bekerja sama secara profesional.
9.
Kemauan
untuk bersama-sama membangun jiwa kemanusiaan yang adil dan beradab dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menghormati orang lain seperti
menghormati diri sendiri, memperlakukan orang lain secara proporsional, dan
bersikap empatik pada orang lain
10.
Kesediaan
untuk mewujudkan komitmen terhadap keadilan dan kesejahteraan dengan perwujudan
perilaku sehari-hari antara lain: tidak bersikap mau menang sendiri, tidak
bersikap rakus dan korup, dan biasa berderma.
11.
Kesediaan
untuk mewujudkan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
bersifat final dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: tidak
bersikap kesukuan, tidak bersikap kedaerahan, dan tidak berjiwa federalistik.
12.
Kesadaran
untuk menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan Negara
dalam kerangka kabinet presidensil dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: menghormati orang yang memegang jabatan Presiden dan Wakil
Presiden, menghormati simbol-simbol kepresidenan, dan menghormati mantan
Presiden/Wakil Presiden secara proporsional dan elegan.
13.
Kepekaan
dan ketanggapan terhadap pembentukan Kementerian yang diatur undang-undang
dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptis,
dan adaptif terhadap kebijakan Presiden dalam penyusunan Kabinet.
14.
Kesadaran
dan kemampuan untuk melaksanakan Pemilu yang langsung, bebas, rahasia, jujur,
dan adil dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menjadi pemilih
resmi yang cerdas, menjadi konstituen Calon/pasangan calon/ Partai Politik yang
cerdas dan menjadi pelaksana Pemilu yang profesional.
15.
Kesadaran
akan kesejajaran Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dengan perwujudan
perilaku sehari- kontrol dan saling imbang (check and balance), cerdas dalam
bersikap terhadap DPR/DPRD dan Pemerintah/Pemerintah Daerah, dan kritis
terhadap DPR/DPRD dan Pemerintah/Pemerintah Daerah.
16.
Kesadaran
untuk mendukung pelaksanakan otonomi daerah pada tingkat kabupaten/kota dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menghormati Pemerintah Daerah,
menjalankan Peraturan Daerah yang relevan, dan berpartisipasi secara optimal
dalam pembangunan daerah.
17.
Kepekaan
dan ketanggapan terhadap akuntabilitas publik keuangan negara dengan perwujudan
perilaku sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif
terhadap kebijakan publik pengelolaan keuangan negara.
18.
Kesadaran
dan kemauan untuk menjaga wilayah negara dengan konsep wawasan nusantara dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: memahami dengan baik konsep
wawasan nusantara, memelihara lingkungan alam dengan baik, dan mengelola
kekayaan alam sesuai peraturan perundang-undangan.
19.
Kepekaan
dan ketanggapan terhadap kedudukan kehakiman yang merdeka dalam menegakkan
hukum dan keadilan dengan perwujudan perilaku sehari-hariantara lain: bersikap
kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik dalam bidang peradilan.
20.
Kesadaran
dan kemauan untuk turut serta melakukan perlindungan dan pemajuan hak azasi
manusia (politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan agama) dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: memahami hak dan kewajiban warga
negara dan hak azasi manusia secara utuh, bersikap kritis, skeptis, dan adaptif
terhadap kebijakan publik yang terkait langsung/tak langsung dengan berbagai
dimensi hak azasi manusia.
21.
Kesadaran
dan kesediaan untuk menghormati Sang Merah Putih sebagai Bendera Negara dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menyimpan Sang Merah Putih pada
tempat yang tepat dan baik, memberi hormat pada saat Sang Merah Putih sedang
dinaikkan/diturunkan, dan tidak merusak Sang Merah Putih dengan alasan apapun.
22.
Kesadaran
akan peran dan kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
secara baik dan benar dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menguasai Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, menggunakan Bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, dan berpartisipasi dalam memperkaya dan mengembangkan
Bahasa Indonesia.
23.
Kesediaan
untuk menghormati Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai
Lambang Negara dengan perwujudan perilaku sehari-hari.
24.
Kesadaran
akan makna dan kemampuan menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai Lagu
Kebangsaan dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: mampu
menyanyikan Lagu Indonesia Raya dengan benar dan baik, dan tidak memplesetkan
kata-kata/nada dari Lagu Indonesia Raya untuk tujuan apapun.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sikap-sikap positif yang dapat dilakukan terhadap konstitusi yaitu
:
a.
Bersikap
Terbuka
b.
Mampu
mengatasi masalah
c.
Memiliki
harapan Realistis
d.
Memiliki
harapan Realistis
e.
Penghargaan
terhadap karya bangsa sendiri
f.
Mau
menerima dan memberi umpan balik
Berbagai
bentuk kesadaran berkonstitusi warga negara sebagaimana diuraikan di bab
sebelumnya dapat dapat terwujud jika didukung oleh berbagai faktor yang
mendorong terciptanya warga negara yang sadar berkonstitusi, salah satunya
adalah dengan pendidikan berkonstitusi melalui Pendidikan Kewarganegaraan.
Pendidikan berkonstitusi merupakan hal terpenting yang harus dioptimalkan untuk
menciptakan warga negara yang memiliki kesadaran berkonstitusi.
B.
Saran
Bahan materi harus diperbanyak supaya ilmu dan pengetahuan yang
iddapat lebih banyak. Semoga maklah ini bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
http://tyotomotif.blogspot.co.id/2014/10/makalah-konstitusi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar