Adsens

Jumat, 30 Desember 2016

Makalah Tentang Kerajaan Minangkabau

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Karakter masyarakat Minangkabau yang lebih terbuka dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya membuat masyarakat Minangkabau berada pada posisi yang dapat dengan mudah menerima pengaruh kebudayaan luar secara cepat sejauh tidak bertentangan dengan nilai-nilai adat, budaya dan filosofi hidupnya, yang telah ada sejak dulu. Meski demikian, mereka juga sangat kritis terhadap setiap budaya yang masuk dari luar. 
Karena itu pula, setiap budaya yang datang dari luar yang tidak sesuai dengan budayanya tidak akan bertahan lama, seperti budaya dan ajaran yang dibawa oleh agama Hindu-Buddha. Minangkabau dengan kebudayaannya yang khas telah ada jauh sebelum Islam datang, bahkan juga jauh sebelum agama Buddha dan Hindu memasuki wilayah Nusantara (Indonesia). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa budayanya itu telah mencapai bentuk yang terintegrasi sebelum agama Hindu dan Buddha serta agama islam datang. Adatnya yang didasarkan pada perasaan, hati nurani dan hukum alam yang termuat dalam “Tungko tigo sajarangan, yaitu alua jo patuik, anggo jo tango dan raso jo pareso”.

1.2         Rumusan Masalah
  1. Bagaimana sejarah dan perkembangan Kerajaan Minangkabau ?
  2. Sejarah Islam di Minangkabau Sebelum Masuknya Islam di Kerajaan Minangkabau?

1.3         Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.      Untuk lebih mengetahui tentang kerajaan Minangkabau.
2.      Untuk memnuhi tugas sekolah di MTs N Pasiripis Surade.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Sejarah Islam di Minangkabau Sebelum Masuknya Islam di Kerajaan Minangkabau
Puncak kejayaan Raja Minangkabau diketahui setelah abad 13 . Zaman ini disebut zaman Jawa-Hindu ketika mendaratnya suatu laskar Jawa yang dikirim raja Kertanegara dari Singosari dalam tahun Caka 1197 (1275 M). Ekspedisi ini berhasil sebab 11 tahun itu ditepi Batang Hari di pusat Sumatera atas perintah raja Jawa tersebut didirikan sebuah arca dari Amoghapaca dalam perkabaran yang berhubungan dengan itu disebut sebagai raja dari rakyat Sumatera. Mulawarmadewa yang dapat dianggap raja muda. Demikianpun Adityawarman (kira kira 1346 – 1375) yang paling terkenal dari raja-raja sumatera ini dibawah pengaruh kekuasaan Jawa, setidak tidaknya pada pemerintahan permulaan pemerintahnya dalam negara Kertagama “Menangkabawa” disebut sebagai daerah taklukkan dari kerajaan Majapahit. Salah satu bukti dari pengaruh Jawa Hindu pada zaman Adityawarman terdapat banyak peninggalan Hindu yang sekarang masih terdapat di Minangkabau. Tapi setelah zaman kejayaan itu tidak terdapat sedikitpun peninggalan sejarah raja Minangkabau. Apa sebabnya dan kapan berakhirnya kekuasaan raja Jawa Hindu itu meninggalkan Minangkabau tidak diketahui. Kalau pun masih adanya candi hindu di ranah minang, penulis pernah menanyakan hal ini kepada ulama yang merupakan salah satu keturunan ulama penyebar islam di minangkabau, bahwasanya candi hindu sebenarnya masih ada. Akan tetapi banyak candi yang di timbun dengan tanah, hal ini dilakukan Ulama saat itu agar masyarakat tidak kembali pada kepercayaan agama sebelum islam yaitu agama hindu dan menghindari penganut Hindu dari luar untuk menetap disekitar candi di Minangkabau (contoh Candi Borobudur).



2.2       Sesudah Masuknya Islam di Kerajaan Minangkabau
Setelah orang Belanda menetap di Sumatera dalam abad ke 17 terdengarlah kembali sesuatu terhadap kerajaan Minangkabau, berdasarkan keterangan Van Bezel sekitar tahun 1680 saat meninggalnya kaisar Alif raja dari Turki, akibatnya ada perselisisihan raja-raja Minangkabau, maka kerajaan Minangkabau terbagi tiga yakni: Sungai Tarab, Saruaso dan Pagaruyuang. Pada saat itu terjadi perpecahan dalam negeri dalam penetapan raja, hak untuk menduduki tahta tidak diakui oleh beberapa pembesar kerajaan (dagregister 1680 hal 123, 716, 721). Kemungkinan pembagian kerajaan pada waktu itu tidak terjadi.
Raja Aditiyawarman disebut-sebut sebagai raja pertama Pagaruyung yang beragama Hindu di Minangkabau, dalam catatan Kato. Aditiyawarman ini mempunyai pertalian darah dengan Dharmasraya. Sesaat setelah pecahnya perang saudara sesudah wafatnya Raja Aditiyawarman yang paling berkharisma dan besar pada masa itu, keluarga raja pindah ke Marapalam dan lambat laun memantapkan kedudukannya sebagai mitra dagang Malaka yang di mana di kerajaan yang besar dan menguntungkan. Anggota-anggota keluarga raja menetap di berbagai tempat di lembah-lembah Sinamar dan Sumpurkudus di tepi Sumpur, dan di tempat dulu yang disebut Pagaruyung, dekat Kumanis, dimana sungai Sinamar bisa dilayari perahu dagang ke Indragiri. Pada waktu tinggal disinilah keluarga raja berhubungan dengan pedagang muslim dan pikiran Islam, dan pada akhir abad keenam belas secara bertahap mereka menjadi Islam, dan pada suatu ketika fungsi kerajaan dibagikan pada tiga anggota keluarga, karena angka tiga mempunyai arti tertentu dalam pemikiran Minangkabau, yaitu raja ibadat di Sumpur Kudus, raja adat di Buo dan raja alam di Pagaruyung. Sumpur Kudus mungkin yang paling awal memeluk agama Islam, karena adanya sungai Kampar dan Inderagiri yang ramai untuk perdagangan, dalam masa jaya kesultanan Malaka, sungai Kampar dan Inderagiri berkembang disekitar muara-muara sungai induknya sebagai daerah jajahan sultan yang paling penting, yang terkait dengan sultan Malaka dengan ikatan perkawinan dan hidup dari perdagangan transit emas dan kain India
Kedatangan pengaruh Hindu tidak merubah keadaan yang demikian itu. Secara umum pengaruh Hindu terasa di Minangkabau hanya pada waktu raja yang berkuasa seorang raja yang kuat seperti Adityawarman. Sesudah raja itu meninggal, maka pengaruhnya makin lama makin hilang, karena adat Minangkabau muncul kembali. Aditiyawarman merupakan seorang raja yang besar dan berkuasa penuh atas kerajaannya, banyak prasasti yang ditinggalkan menunjukan kebesaran kekuasaannya. Tetapi Putera Mahkota yang bernama Ananggawarman tidak sempat lagi memerintah. karena telah digantikan oleh orang Minangkabau sendiri yang dibantu oleh “BasaAmpat Balai” .
Sebaliknya pengaruh agama Islam membawa perubahan secara fundamental terhadap adat Minangkabau. Tetapi sejak kapan pengaruh Islam memasuki tubuh adat Minangkabau secara pasti, masih sukar dibuktikan.
Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat Minangkabau yang bertentangan dengan ajaran agama Islam dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam adat Minangkabau diganti dengan aturan agama Islam. Hal itu dapat terjadi, karena sebetulnya antara adat Minangkabau dengan ajaran agama Islam tidak terdapat pertentangan. Ajaran Agama Islam menambahkan aturan adat Minangkabau yang hanya memperhatikan alam dan manusia yang menghuninya, sedangkan masalah ke Tuhanan dan hari kemudian tidak terdapat.
Hal pokok yang berubah dari adat Minangkabau sesudah masuknya pengaruh ajaran agama Islam, antara lain seperti yang disebutkan oleh papatah adat : “Adat basandi syarak, syarakbasandi Kitabullah”, artinya adat Minangkabau bersendikan pada agama Islam, sedangkan agama Islam bersendikan pada AI-Quran. Pengaruh agama Islam sangat besar terhadap adat Minangkabau, karena sendi-sendinya yang dirubah. Agama Islam melengkapi yang kurang, membetulkan yang salah, mengulas yang singkat, mengurangi yang berlebih, sehingga adat Minangkabau tidak menyimpang dari kebenaran sejati dan adat yang seperti itulah yang dijalankan di Sumatera Barat sampai saat ini.

2.3       Proses Masuknya Islam di Ranah Minang
Perkenalan pertama Minangkabau dengan Islam, sebagai yang masih diasumsikan, adalah melalui dua jalur yaitu : pertama, pesisir timur Minangkabau atau Minangkabau Timur antara abad ke-7 dan 8 Masehi, kedua, melalui pesisir barat Minangkabau pada abad ke 16 Masehi
Teori jalur timur didasarkan oleh intensifnya jalur perdagangan melalui sungai-sungai yang mengalir dari gugusan bukit barisan ke selat Malaka yang dapat dilayari oleh pedagang untuk memperoleh komoditi lada dan emas. Bahkan diperkirakan sudah ada pedagang-pedagang Arab muslim yang mencapai wilayah pedalaman ini sejak abad ke 7/8 Masehi (lihat : Mansoer,dkk., 1970 : 44-45). Kegiatan perdagangan ini, diperkirakan, adalah awal terjadinya kontak antara budaya Minangkabau dengan Islam. Kontak budaya ini kemudian lebih intensif pada abad ke 13 pada saat mana munculnya kerajaan Islam Samudra Pasai sebagai kekuatan baru dalam wilayah perdagangan selat Malaka. Pada waktu ini,Samudra Pasai bahkan telah menguasai sebagian wilayah penghasil lada dan emas di Minangkabau Timur.
Sedangkan asumsi masuknya Islam melalui pesisir barat didasari oleh intensifnya kegiatan perdagangan pantai barat Sumatera pada abad ke 16 M sebagai akibat dari kejatuhan Malaka ke tangan Portugis. Pada waktu ini, pengaruh kekuasan Aceh Darussalam (pelanjut kekuasan Pasai) sangat besar, terutama pada wilayah pesisir barat Sumatera. Intensifnya pengembangan Islam pada waktu inilah yang –oleh beberapa penelitian,-dijadikan sebagai dasar analisis bagi awal masuknya Islam di Minangkabau dan menghubungkan dengan nama Syekh Burhanuddin Ulakan yang –oleh beberapa penulis- dianggap sebagai tokoh “pembawa” Islam pertama ke wilayah ini. Para penulis menyatakan Syekh Burhanuddin adalah murid Syekh Abdur Rauf Singkil . Syekh Burhanuddin dikenal sebagai pembawa aliran tarikat Syatariyah ke Minangkabau untuk pertama kalinya. Setelah dilakukan penelitian terhadap ulama-ulama di Minangkabau, mereka menyatakan merasa resah akan pernyatakan para penulis tersebut. Mereka menyatakan bahwa Syekh Burhanuddin adalah berpaham Ahli Sunnah Waljamaah bermazhab Syafi’i. Itu terbukti pada buku yang merupakan tulisan tangan beliau, saat beliau meninggal yang diwasiatkan kepada Haji Muqaddam, kemudian diwasiatkan pada anaknya yang bernama Buya Tuo, seterusnya Haji Harum Langik, selanjutnya buku tersebut di bawa oleh MUI yang diketuai Buya Hamka untuk dilakukan bedah buku, maka terbukti ajaran Syekh Burhanuddin tidak ada hubungannya dengan Tarikat Syatariyah maupun Tarikat naqsabandiyah. Yang menjadi pertanyaan sampai saat ini, mengapa Buya Hamka tidak menyampaikan hal ini kepada rakyat Minangkabau? tentunya banyak sekali masalah agama yang belum tuntas untuk terselesaikan sampai saat ini dan menjadi misteri.

2.4       Proses masuknya Tarikat Syatariah ke Minangkabau
Sultan Iskandar Muda (Banda AcehAceh27 September 1636) merupakan sultan yang paling besar dalam masaKesultanan Aceh, yang berkuasa dari tahun 1607 sampai 1636.Aceh mencapai kejayaannya pada masa kepemimpinan Iskandar Muda, dimana daerah kekuasaannya yang semakin besar dan reputasi internasional sebagai pusat dari perdagangan dan pembelajaran tentang Islam. Pada saat itu beliau sangat resah akan perkembangan Tarikat Syatariah yang dibawa oleh Hamzah al-Fansuri yang berasal dari Ayuthaya, ibukota lama kerajaan Siam. Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke 15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, Abdullah asy-Syattar. Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah.
Sultan menganggap ajaran Hamzah al-Fansuri adalah sesat dan diluar dari Islam. Oleh karena itu beliau memerintahkan prajuritnya untuk membunuh Hamzah al-Fansuri. Dalam pelarian terakhirnya beliau memutuskan untuk berdiam di Minangkabau . Setelah itu Hamzah al-Fansuri mengembangkan ajarannya dipedalaman minangkabau dan pesisir barat. Pada saat Hamzah al-Fansuri bertemu Syekh Burhanuddin, ternyata Syekh Burhanuddin menanyakan apa sebab Hamzah al-Fansuri lari dari Aceh dan sekarang berada di Minangkabau. Maka beliau menceritakan masalahnya terhadap Sultan Iskandar Muda, maka terjadilah perdebatan masalah Tarikat Syatariyah tersebut. Dengan pemahaman Syekh Burhanuddin adalah berpaham Ahli Sunnah Waljamaah bermazhab Syafi’i yang merupakan ajaran yang berasal dari Mekkah, bukan india. Maka Hamzah al-Fansuri menyatakan kesalahannya dan bertaubat, dan dia sedih bahwa ajaran Tarikat Syatariyah telah berkembang di Minangkabau. Tentunya dia sulit untuk mengajak muridnya untuk kembali pada Islam yang benar. Setelah wafatnya Syekh Burhanuddin dan Hamzah al-Fansuri, maka murid-murid Hamzah al-Fansuri mengklaim bahwa Syekh Burhanuddin lah yang membawa ajaran Tarikat Syatariyah. Oleh karena Syekh Burhanuddin sangat dekat dengan Hamzah al-Fansuri pada saat beliau telah taubat.
Masuknya Tarikat Syatariyah Tarikat ini kemudian berkembang di Minangkabau dengan persebaran surau-surau Syatariyah yang didirikan oleh murid-murid Hamzah al-Fansuri sendiri. Jalur pengembangan tarikat Syatariah yang berawal dari pesisir barat ini , termasuk pengembangannya ke wilayah pedalaman. Kalau memang Syekh Burhanuddin yang menyebarkan Tarikat Syatariyah di Minangkabau maka tentunya ajaran ini merupakan mayoritas saat ini di Ranah Minang. Akan tetapi mengapa ajaran ini minoritas di Ranah Minang ?
Negeri Sembilan, Malaysia dan Singapura.

2.5       Sistem hasil dari kebudayaan suku minangkabau
            a. Kelahiran Silek Minang
            Kelahiran Silek Minang terjadi pada saat bersamaan pada saat kelahiran minangkabau itu sendiri.Silek didirikan oleh Datuak Marajo Panjang dari padang panjang dan Datuak Bandaharo Kayo dari Pariangan.Silek  adalah ilmu bela diri yang digunakan untuk melawan musuh.
            b. Menhir di Nagari Mahat
            Nagari Mahat terletek di lembah yang luas dikelilinggi bukit.Bukit kecil yang mempunyai luas 22.633 km2,terletak di kec Bukit Barisan kab Lima Puluh kota Sumatera Barat.Nagari adalah istilah untuk menyebutkan suatu desa di minangkabau.Nagari asal-usulnya bermula dari Tratak-Dusun-Koto-Nagari.
Tratak : tempat awal oleh nenek moyang minangkabau menetap
Dusun : Masyarakat yang berkembang kemudian dengan adanya adat
Koto : Dusun berkembang karena bertambahnya populasi masyarakat maka timbullah pemikiran untuk meningkatkan adat atau aturan masing-masing dusun berbagai satu kata mufakat,maka daerah ini dinamakan sakato,kemudian berdirilah beberapa koto
Nagari : Daerah yang terdiri dari beberapa koto diberi batas atau dipagari karena tiap nagari memiliki aturan adat sendiri,dari kata pagar tersebut muncullah istilah Nagari.
            Penentuan tipologi menhir yang beragam di Nagari Mahat dilihat dari variable-variabel atribut.Variabel tersebut adalah teknologi,bentuk,ukuran,dan pola hias. Teknologi pembuatan menhir di Nagari Mahat dilakukan melalui proses anostractive technology,yakni berupa proses pembentukan hasil melalui pengurangan volume bahan (proses sentrifugal) sehingga menghasilkan bentuk menhir yang sangat beragam.

2.6       Upacara-upacara adat minangkabau
*     Batagak Panghulu
Batagak panghulu adalah upacara pengangkatan panghulu.sebelum upacara peresmiannya, syarat-syarat berikut harus dipenuhi:
Baniah yaitu menentukan calon penghulu baru
Dituah Cilakoi yaitu diperbincangkan baik buruknya calon dalam sebuah rapat
Penyarahan baniah yaitu penyerahan calon penghulu
Manakok ari yaitu perencanaan kapan acara peresmiannya akan dilangsungkan.
Peresmian pengangkatan penghulu dilaksanakan dengan upacara adat. Upacar ini di sebut malewakan gala. Hari pertama adalah batagak gadang  yakni upacara peresmian di rumah gadang yang dihadiri uang nan ampekjinih dan pemuka masayarakat. Panghulu baru menyampaikan pidato. Lalu panghulu tertua memasang deta dan menyisipkan sebilah keris tanda serah terima jabatan. Akhirnya panghulu tertua  di ambil sumpahnya,dan di tutup dengan do’a. Hari kedua adalah hari penjamuan. Hari berikutnya panghulu baru siarak ke rumah bakonya diiringi bunyi-bunyian.
*     Batagak Rumah
Batagak rumah adalah upacara mendirikan rumah gadang. Kegiatannya sebagai berikut:
1.      Mufakat awal
Upacara batagak rumah dimulai dengan mufakat orang sekaum,membicarakan letak rumah yang tepat,ukurannya,serta kapan waktu mengerjakannya. Hasil mufakat disampaikan pada panghulu suku,lalu panghulu suku ini menyampaikan rencana mereka pada panghulu suku-suku yang lain.
2.       Maelo kayu
Maelo kayu yaitu kegiatan untuk menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan. Umumnya kayu-kayu. Penebangan dan pemotongan kayu dilakukan secara gotong royong. Kayu yang dijadikan tiang utama direndam dulu dalam lumpur atau air yang terus berganti. Tujuannya agar kayu-kayu itu awet dan sulit dimakan rayap.
3.       Macantak tiang tuo
                 Mancantak tiang tuo yaitu pekerjaan pertamaan dalam membuat rumah. Bahan-bahn yang akan digunakan diolah lebih lanjut.
4.       Batagak tiang
                 Batagak tiang dilakukan setelah bahan-bahan selesai diolah. Pertama tiang-tiang di tegakkan dengan bergotong royong. Tiang rumah gadang tidak ditanam di tanah,tetapi hanya di letakkan di atas batu layah (gepeng). Karena itulah rumah gadang jarang rusak bila terjadi gempa atau angin badai.
5.       Manaiakkan kudo-kudo
                 Ini adalah melanjutkan pembangunan rumah setelah tiang-tiang didirikan.

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Kerajaan Pagaruyung adalah sebuah Kerajaan Islam Melayu yang pernah berdiri di provinsi Sumatera Barat. Nama kerajaan ini dirujuk dari Tambo yang ada pada masyarakat Minangkabau, yaitu nama sebuah nagari (Nagari adalah pembagian wilayah administratif sesudah kecamatan di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Istilah nagari menggantikan istilah desa, yang digunakan di provinsi lain di Indonesia.) yang bernama Pagaruyung, dan juga dapat dirujuk dari inskripsi cap mohor Sultan Tangkal Alam Bagagar dari Pagaruyung, yaitu pada tulisan beraksara Jawi dalam lingkaran bagian dalam yang berbunyi sebagai berikut: Sultan Tangkal Alam Bagagar ibnu Sultan Khalīfatullāh yang mempunyai tahta kerajaan dalam negeri Pagaruyung Dārul Qarār Johan Berdaulat Zillullāh fīl 'Ālam.

3.2       Saran
Makalah yang ditulis adalah makalah yang jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dari pembaca demi kemajuan dari makalah tersebut.







DAFTAR PUSTAKA












Tidak ada komentar:

Posting Komentar