BAB IPENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Wilayah Indonesia terdiri dari pulau besar dan kecil
yang dihubungkan oleh selat dan laut, hal ini menyebabkan sarana pelayaran
merupakan lalu lintas utama penghubung antar pulau. Pelayaran ini dilakukan
dalam rangka mendorong aktivitas perdagangan. Pelayaran perdagangan yang
dilakukan oleh bangsa Indonesia, bukan hanya dalam wilayah Indonesia saja,
tetapi telah jauh sampai ke luar wilayah Indonesia.
Pelayaran dan perdagangan di Asia semakin ramai
setelah ditemukan jalan melalui laut antara Romawi dan China. Rute jalur laut
yang dilalui dalam hubungan dagang China dengan Romawi telah mendorong
munculnya hubungan dagang pada daerah-daerah yang dilalui, termasuk wilayah
Indonesia. Karena posisi Indonesia yang strategis di tengah-tengah jalur
hubungan dagang China dengan Romawi, maka terjadilah hubungan dagang antara
Indonesia dan China beserta India.
Agama Hindu-Budha diperkirakan masuk ke Indonesia
pada awal Tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India. Raja-raja dan
para bangsawan yang pertama kali menganut agama ini kemudian membangun
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha seperti Kerajaan Kutai yang
terletak di Kalimantan Timur, Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, Kerajaan
Holing, Kerajaan Melayu di Sumatra Selatan dan berpusat di Jambi, Kerajaan
Sriwijaya, Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Kediri, Kerajaan Singasari, Kerajaan
Bali dan Pajajaran, serta Kerajaan Majapahit.
Masing-masing kerajaan tentu memiliki sejarah dan
peninggalan-peninggalan yang harus kita ketahui. Salah satunya adalah Kerajaan
Sriwijaya. Kerajaan yang terletak di Sumatera Selatan dan beribukota di
Palembang ini memiliki nilai sejarah yang tinggi untuk kita ketahui seperti
historiografi, sejarah berdirinya, lokasi kerajaan, prasasti-prasasti
peninggalan, hubungan regional dan luar negeri, masa kejayaannya, masa
kemunduran maupun aspek-aspek kehidupan apa saja yang terkandung dalam kerajaan
ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah berdirinya
Kerajaan Sriwijaya?
2.
Di mana lokasi Kerajaan
Sriwijaya?
3.
Dari manakah sumber-sumber
sejarah Kerajaan Sriwijaya?
4.
Apa sajakah bukti-bukti
peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya?
5.
Siapakah raja-raja yang pernah
berkuasa di Kerajaan Sriwijaya?
6.
Aspek kehidupan apa saja yang
terkandung di dalam Kerajaan?
7.
Apa yang menyebabkan runtuhnya
Kerajaan?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari penyusuna makalah ini adalah :
1.
Mengetahui sejarah berdiri dan
letak Kerajaan Sriwijaya.
2.
Mengetahui bukti-bukti
peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya.
3.
Mengetahui silsilah raja-raja
yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya.
4.
Mengetahui aspek kehidupan
politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam pemerintahan Kerajaan Sriwijaya.
5.
Mengetahui dan mampu
menjelaskan penyebab runtuhnya Kerajaan
Sriwijaya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Historiografi
Nama Kerajaan :
Sriwijaya
Ibukota :
Palembang
Bahasa :
Melayu Kuno, Sansekerta
Agama :
Budha, Hindu
Pemerintahan :
Monarki
Sejarah :
1. Didirikan pada tahun 600-an M
2. Invasi Majapahit tahun 1300-an M
Mata Uang :
Koin emas dan perak
B. Lokasi Kerajaan
Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah membawa
kejayaan kepulauan
Nusantara di masa lampau. Bukan
saja dikenal di wilayah Indonesia, tetapi hampir setiap bangsa yang berada jauh
di luar Indonesia mengenal Kerajaan Sriwijaya. Hal ini disebabkan karena letak
Sriwijaya yang sangat strategis dan dekat dengan jalur perdagangan antar bangsa
yakni Selat Malaka. Selat Malaka pada masa itu adalah jalur perdagangan ramai
yang menghubungkan pedagang-pedagang Cina dengan India maupun Romawi.
George Coedes, seorang sejarawan, menulis karangan
berjudul Le Royaume de Crivijaya pada tahun 1918 M. Coedes kemudian menetapkan
bahwa Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut,
Coedes juga menetapkan bahwa letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan
bersandar pada anggapan Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay
Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Source, yang menyatakan bahwa,
San-fo-ts‘I adalah Palembang yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya
di tepi Sungai Musi atau sekitar kota Palembang sekarang.
Dari tepian Sungai Musi di Sumatera Selatan, pengaruh
Kerajaan Sriwijaya semakin meluas. Mencakup wilayah Selat Malaka, Selat Sunda,
Selat Bangka, Laut Jawa bagian barat, Bangka, Jambi Hulu, Jawa Barat
(Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting Kra.
C. Sumber
Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan
Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.
Sumber dari Luar Negeri
1.
Sumber Cina
Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China
pertama kali pada tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu
terdapat lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara
para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh
para pendeta Budha di pusat ajaran agama Budha, India. I-tsing tinggal selama 6
bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu ia berangkat ke
Nalanda, India. Setelah lama belajar di Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke
Sriwijaya dan tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha
dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan
tentang utusan Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang terakhir pada
tahun 988 M.
2.
Sumber Arab
Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan nama
Sribuza, Sabay atau Zabaq. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis
catatan tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan
Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat banyak.
Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana,
pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi lainya. Bukti lain yang
mendukung adalah ditemukannya perkampungan-perkampungan Arab sebagai tempat
tinggal sementara di pusat Kerajaan Sriwijaya.
3.
Sumber India
Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan
raja-raja dari kerajaan-kerajaan di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan
Chola. Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan
sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti
tersebut dinyatakan bahwa Raja Nalanda yang bernama Raja Dewa Paladewa berkenan
membebaskan 5 desa dari pajak. Sebagai gantinya, kelima desa tersebut wajib
membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan
Nalanda. Di samping menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan
Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang
terletak di India Selatan. Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra
Chola ingin menguasai Selat Malaka.
4.
Sumber lain
Pada tahun 1886, Beal mengemukakan pendapatnya bahwa
Shih-li-fo-shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi.
Sumber lain, yakni Kern, pada tahun 1913 M telah menerbitkan tulisan mengenai
Prasasti Kota Kapur, prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Pulau
Bangka. Namun, saat itu, Kern menganggap Sriwijaya yang tercantum pada prasasti
itu adalah nama seorang raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan
atau gelar raja.
Sumber Lokal atau Dalam Negeri
Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang
dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti-prasasti dari Kerajaan
Sriwijaya sebagian besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.
Prasasti itu antara lain sebagai berikut.
1.
Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M,
menceritakan tentang kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minana dengan
perahu, bersama dua laksa (20.000) tentara dan 200 peti perbekalan, serta 1.213
tentara yang berjalan kaki. Sumber lain menyatakan prasasti ini berisi tentang
penaklukan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Sriwijaya. Prasasti Kota Kapur
ditemukan di Pulau Bangka.
2.
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti berangka tahun 683 M itu menyebutkan bahwa raja
Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil
menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi
makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah daerah Binaga
yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan.
3.
Prasasti Talangtuo
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang
pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.
4.
Prasasti Karang Berahi
Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah
pedalaman Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.
5.
Prasasti Ligor
Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu
kota Ligor yang difungsikan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat
Malaka.
6.
Prasasti Nalanda
Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja
terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat
kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu,
Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan
Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa
Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para
mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.
7.
Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini ditemukan di sekitar Palembang pada tahun
1918 M. Berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh kepala
ular kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut kecil tempat
keluar air) di bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti ini digunakan untuk
pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para calon pejabat. Dalam
prosesi itu, pejabat yang disumpah meminum air yang dialirkan ke batu dan
keluar melalui cerat tersebut. Sebagai sarana untuk upacara persumpahan,
prasasti seperti itu biasanya ditempatkan di pusat kerajaan, maka diduga kuat
Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya.
D. Kehidupan
Politik
Salah satu cara untuk memperluas pengaruh kerajaan adalah
melakukan perkawinan dengan kerajaan lain. Hal ini dilakukan oleh
penguasa Sriwijaya, Dapunta Hyang pada tahun 664 M dengan Sobakancana, putri kedua
raja Kerajaan Tarumanegara.
Saat kerajaan Funan di Indo-China runtuh, Sriwijaya
memperluas daerah kekuasaannya hingga bagian barat Nusantara. Di wilayah utara,
melalui kekuatan armada lautnya, Sriwijaya mampu mengusai lalu lintas
perdagangan antara India dan Cina, serta menduduki Semenanjung Malaya. Kekuatan
armada terbesar Sriwijaya juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke Pulau Jawa,
Brunei atau Borneo. Hingga pada abad ke-8, Kerajaan Sriwijaya telah mampu
menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara.
Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem
pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Ada tiga syarat utama untuk menjadi raja
Sriwijaya, yaitu :
1.
Samraj,
artinya berdaulat atas rakyatnya.
2.
Indratvam,
artinya memerintah seperti Dewa Indra yang selalu memberikan kesejahteraan bagi
rakyatnya.
3.
Ekachattra,
artinya mampu memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya.
Berikut
daftar silsilah para Raja Kerajaan Sriwijaya :
1.
Dapunta
Hyang Sri Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti Talangtuo 684 M)
Berita mengenai raja ini diketahui
dari Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M dan Prasasti Talangtuo tahun 684 M.
Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang Sri Yayanaga telah berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Minangatamwan, Jambi. Sejak
awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan
Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
2.
Cri
Indrawarman (berita Cina, 724 M)
3.
Rudrawikrama
(berita Cina, 728 M)
4.
Wishnu
(Prasasti Ligor, 775 M)
5.
Maharaja
(berita Arab, 851 M)
6.
Balaputradewa
(Prasasti Nalanda, 860 M)
Pada masa pemerintahan
Balaputradewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kejayaannya. Pada awalnya,
Raja Balaputradewa adalah raja dari kerajaan Syailendra (Jawa Tengah). Ketika
terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra, antara Balaputradewa dan
Pramodhawarni (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya),
Balaputradewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu, Raja Balaputradewa
lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakak dari
ibu Balaputradewa) yang tidak memiliki keturunan, sehingga kedatangan Raja
Balaputradewa disambut baik. Kemudian ia diangkat menjadi raja.
7.
Cri
Udayadityawarman (berita Cina, 960 M)
8.
Cri
Udayaditya (Berita Cina, 962 M)
9.
Cri
Cudamaniwarmadewa (Berita Cina, 1003. Prasasti Leiden, 1044 M)
10.
Maraviyatunggawarman
(Prasasti Leiden, 1044 M)
11.
Cri
Sanggrama Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 1004 M)
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya
mengalami ancaman dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan
Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrama
Wijayatunggawarman berhasil ditawan. Namun, pada masa pemerintahan Raja
Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayatunggawarman dibebaskan
kembali.
E. Struktur
Birokrasi
Kerajaan Sriwijaya menerapkan struktur birokrasi yang
bersifat langsung, karena raja berperan penting dalam pengawasan terhadap
tempat-tempat yang dianggap strategis. Raja dapat memberikan penghargaan
terhadap penguasa daerah yang setia dan sebaliknya dapat menjatuhi
hukumanterhadap penguasa daerah yang tidak setia kepada kerajaan.
Dalam beberapa prasasti disebutkan tentang pelaksanaan
suatu keputusan raja, lengkap dengan perincian hadiah atau sanksi yang dapat
diterima dalam suatu peristiwa. Selain itu, ditemukan prasasti-prasasti yang
mencatat masalah-masalah penyelesaian hokum sengketa antarwarga. Hal yang
menarik bahwa sebagian prasasti memuat ancaman-ancaman atau kutukan-kutukan
yang ditujukan kepada keluarga raja itu sendiri. Walaupun kedengarannya aneh,
namun ada pendapat yang menganggap bahwa hal itu sangat mungkin terjadi, karena
keluarga-keluarga raja yang menjadi ancaman itu, kekuasaannya berada di luar
pengawasan langsung dari raja yang berkuasa.
F. Kehidupan
Ekonomi
Penguasaan Kerajaan Sriwijaya di urat nadi perhubungan
pelayaran dan perdagangan Asia Tenggara yaitu di Selat Malaka, mempunyai arti
penting bagi perekonomian kerajaan. Karena banyak kapal-kapal asing yang
singgah untuk menambah air minum, perbekalan makanan, istirahat, atau melakukan
aktivitas perdagangan. Karena bertambah ramainya kegiatan perdagangan di Selat
Malaka, Sriwijaya membangun ibukota baru di Semenanjung Malaka, yaitu di Ligor
yang dibuktikan dengan Parasasti Ligor (755 M). Pendirian ibukota Ligor
tersebut bukan berarti meninggalkan ibukota di Sumatera Selatan, melainkan
hanya untuk melakukan pengawasan lebih dekat terhadap aktivitas perdagangan di
Selat Malaka atau menghindari penyeberangan yang dilakukan oleh para pedagang
melalui Tanah Genting Kra.
Menurut catatan asing, bumi Sriwijaya menghasilkan
cengkeh, kapulaga, pala, lada, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus,
gading, timah, emas, perak, kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah dan penyu.
Barang-barang tersebut dijual atau dibarter dengan kain katu, sutera dan
porselen melalui relasi dagang dengan Cina, India, Arab dan Madagaskar.
G. Kehidupan
Sosial dan Budaya
Sriwijaya yang merupakan kerajaan besar penganut agama
Budha, serta merupakan pusat agama Budha yang penting di Asia Tenggara dan Asia
Timur. Agama Budha yang berkembang di Kerajaan Sriwijaya adalah agama Budha
Mahayana. Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan
tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) untuk belajar agama Budha dari seorang guru
bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di
luar India.
Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya banyak
ditemukan di daerah Palembang, Jambi, Riau, Malaysia, dan Thailand. Ini
disebabkan karena Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang selalu
berpindah-pindah, tidak menetap di satu tempat dalam kurun waktu yang lama.
Prasasti dan situs yang ditemukan di sekitar Palembang, yaitu Prasasti Boom
Baru (abad ke7 M), Prasasti Kedukan Bukit (682 M), Prasasti Talangtuo (684 M),
Prasasti Telaga Batu ( abad ke-7 M), Situs Candi Angsoka, Situs Kolam Pinishi,
dan Situs Tanjung Rawa. Peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya lainnya yang
ditemukan di Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu, yaitu Candi Kotamahligai,
Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung, Candi Tinggi,
Candi Kembar batu, Candi Astono dan Kolam Telagorajo, Situs Muarojambi. Di
Lampung, prasasti yang ditemukan adalah
Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Bungkuk (Jabung). Di Riau, ditemukan
Candi Muara Takus yang berbentuk stupa Budha.
H. Masa
Keemasan
Pada
paruh pertama abad ke-10 yaitu antara masa jatuhnya Dinasti Tang dan naiknya dinasti Song,
perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, Kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong, Kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi Sriwijaya
mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada tahun 903, penulis Muslim Ibn Batutah sangat terkesan dengan kemakmuran Sriwijaya. Daerah
urban kerajaan meliputi Palembang (khususnya Bukit Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.
I.
Masa Kemunduran
Tahun
1025, Rajendra Chola, Raja Chola dari Koromandel, India selatan menaklukkan Kedah dari Sriwijaya dan
menguasainya. Kerajaan Chola meneruskan penyerangan dan penaklukannya selama 20
tahun berikutnya ke seluruh imperium Sriwijaya. Meskipun invasi Chola tidak
berhasil sepenuhnya, invasi tersebut telah melemahkan hegemoni Sriwijaya yang
berakibat terlepasnya beberapa wilayah dengan membentuk kerajaan sendiri,
seperti Kediri, sebuah kerajaan yang berbasiskan pada pertanian.
Antara
tahun 1079 - 1088, orang Tionghoa mencatat bahwa Sriwijaya mengirimkan duta
besar dari Jambi dan Palembang. Tahun 1082 dan 1088, Jambi mengirimkan lebih
dari dua duta besar ke China. Pada periode inilah pusat Sriwijaya telah
bergeser secara bertahap dari Palembang ke Jambi. Ekspedisi Chola telah
melemahkan Palembang, dan Jambi telah menggantikannya sebagai pusat kerajaan.
Berdasarkan
sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun
1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni
Sriwijaya dan Jawa (Kediri). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama
Budha dan Hindu, sedangkan rakyat Sriwijaya memeluk Budha. Berdasarkan sumber
ini pula dikatakan bahwa beberapa wilayah kerajaan Sriwijaya ingin melepaskan
diri.
Pada
tahun 1288, Singosari, penerus kerajaan Kediri di Jawa, menaklukan Palembang
dan Jambi selama masa ekspedisi Pamalayu. Di tahun 1293, Majapahit pengganti Singosari,
memerintah Sumatra. Raja ke-4 Hayam Wuruk memberikan tanggung jawab tersebut kepada Pangeran Adityawarman,
seorang peranakan Minang dan Jawa. Pada tahun 1377 terjadi pemberontakan terhadap
Majapahit, tetapi pemberontakan tersebut dapat dipadamkan walaupun di selatan
Sumatra sering terjadi kekacauan dan pengrusakan.
Kedudukan
Sriwijaya makin terdesak karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga
memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di sebelah
utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai
daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah
Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan lemahnya kegiatan
pelayaran dan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya.
Di
masa berikutnya, terjadi pengendapan pada Sungai Musi yang berakibat
tertutupnya akses pelayaran ke Palembang. Hal ini tentunya sangat merugikan
perdagangan kerajaan. Penurunan Sriwijaya terus berlanjut hingga masuknya Islam
ke Aceh yang disebarkan oleh pedagang-pedagang Arab dan India. Di akhir abad
ke-13, Kerajaan Pasai di bagian utara Sumatra berpindah agama Islam.
Maka
sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan
wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan
lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit pada tahun 1377 M.
Pada tahun
1402, Parameswara,
pangeran terakhir Sriwijaya mendirikan Kesultanan
Malaka di Semenanjung Malaysia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Kerajaan Sriwijaya merupakan
kerajaan bercorak Hindu terbesar di Indonesia, bahkan dijuluki sebagai pusat
agama Hindu di luar India.
2.
Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan
yang sangat kuat dan kaya raya. Terbukti dari sebutan negara maritimnya.
3.
Sejarah Kerajaan Sriwijaya dapat
diakses dari prasasti-prasasti peninggalan kerajaan baik di dalam maupun di lur
negeri serta dari berita-berita asing.
4.
Faktor penyebab keruntuhan :
a.
Berulang kali diserang kerajaan
Colomandala
b.
Kerajaan taklukan Sriwijaya banyak
yang melepaskan diri
c.
Terdesak perkembangan kerajaan di
Thailand
d.
Terdesak pengaruh kerajaan Singosari
e.
Mundurnya perekonomian dan
perdagangan Sriwijaya
f.
Tidak adanya raja yang cakap dan
berwibawa
g.
Serangan Majapahit dalam upaya
penyatuan nusantara
B. Saran
1.
Sejarah harus selalu kita kaji agar
menjadi sebuah pengetahuan dan motivasi dalm mengisi kenerdekaan
2.
Lestarikan terus nilai-nilai budaya
sejarah bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
http://informasiana.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-terlengkap/
terimakasih sangat bermanfaat .
BalasHapusMy blog