BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri
setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan
dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan
instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah
sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era
reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era
reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan
hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain.
Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha
perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik
untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak
Asasi Manusia”. Sebagai pemenuhan Tugas Mata Pelajaran PKn.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
Latar belakang maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
Sejarah HAM di dunia dan Indonesia ?
2.
Apa
Definisi dan Pengertian HAM?
3.
Bagaimana
upaya-upaya penangan terhadap kasus-kasus HAM ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan
disusunnya makalh ini adalah :
1. Untuk memnuhi Tugas
Sekolah Mata Pelajaran PKn di SMA Negeri 1 Surade.
2. Untuk menambah
pengetahuan tentang Hak Asasi manusia (HAM).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah HAM
1.
Sejarah
HAM di Dunia
Sejarah
hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf Inggris pada
abad ke-17, John Locke, merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang
melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak
milik. Pada waktu itu, hak masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan
politik. Sejarah perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya tiga peristiwa penting
di dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis.
a) Magna Charta (1215)
Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris
dengan para bangsawan disebut Magna Charta. Isinya adalah pemberian jaminan
beberapa hak oleh raja kepada para bangsawan beserta keturunannya, seperti hak
untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu
diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan
oleh para bangsawan. Sejak saat itu, jaminan hak tersebut berkembang dan
menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris.
b) Revolusi Amerika (1776)
Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan
penjajahan Inggris disebut Revolusi Amerika. Declaration of Independence
(Deklarasi Kemerdekaan) dan Amerika Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4
Juli 1776 merupakan hasil dari revolusi ini.
c) Revolusi Prancis (1789)
Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat
Prancis kepada rajanya sendiri (Louis XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang
dan absolut. Declaration des droits de I’homme et du citoyen (Pernyataan
Hak-Hak Manusia dan Warga Negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis. Pernyataan
ini memuat tiga hal: hak atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan
persaudaraan (fraternite).
d) African Charter on Human
and People Rights (1981)
Pada tanggal 27 Juni 1981, negara-negara anggota
Organisasi Persatuan Afrika (OAU) mengadakan konferensi mengenai HAM. Dalam
konferensi tersebut, semua negara Afrika secara tegas berkomitment untuk
memberantas segala bentuk kolonialisme dari Afrika, untuk mengkoordinasikan dan
mengintensifkan kerjasama dan upaya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik
bagi masyarakat Afrika.
e) Cairo Declaration on
Human Right in Islam (1990)
Deklarasi Kairo tentang Hak Asasi Manusia dalam
Islam merupakan deklarasi dari negara-negara anggota Organisasi Konferensi
Islam di Kairo pada tahun 1990 yang memberikan gambaran umum pada Islam tentang
hak asasi manusia dan menegaskan Islam syariah sebagai satu-satunya sumber.
Deklarasi ini menyatakan tujuannya untuk menjadi pedoman umum bagi negara
anggota OKI di bidang hak asasi maunsia.
f) Bangkok Declaration
(1993)
Deklarasi Bangkok diadopsi pada pertemuan
negara-negara Asia pada tahun 1993. Dalam konferensi ini, pemerintah
negara-negara Asia telah mengegaskan kembali komitmennya terhadap
prinsip-prinsip Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Mereka
menyatakan pandangannya saling ketergantungan dan dapat dibagi hak asasi
manusia dan menekankan perlunya universalitas, objektivitas, dan nonselektivitas
hak asasi manusia.
g) Deklarasi PBB
(Deklarasi Wina) Tahun 1993
Deklarasi ini
merupakan deklarasi universal yang ditandatangani oleh semua negara anggota PBB
di ibu kota Austria, yaitu Wina. Oleh karenanya dikenal dengan Deklarasi Wina.
Hasilnya adalah mendeklarasikan hak asasi generasi ketiga, yaitu hak
pembangunan. Deklarasi ini sesungguhnya adalah re-evaluasi tahap dua dari
Deklarasi HAM, yaitu bentuk evaluasi serta penyesuaian yang disetuju semua
anggota PBB, termasuk Indonesia.
2.
Sejarah
HAM di Indonesia
Sepanjang sejarah kehidupan manusia ternyata tidak
semua orang memiliki penghargaan yang sama terhadap sesamanya. Ini yang menjadi
latar belakang perlunya penegakan hak asasi manusia. Manusia dengan teganya
merusak, mengganggu, mencelakakan, dan membunuh manusia lainnya. Bangsa yang
satu dengan semena-mena menguasai dan menjajah bangsa lain. Untuk melindungi
harkat dan martabat kemanusiaan yang sebenarnya sama antarumat manusia, hak
asasi manusia dibutuhkan. Berikut sejarah penegakan HAM di Indonesia.
a)
Pada
masa prakemerdekaan
Pemikiran modern
tentang HAM di Indonesia baru muncul pada abad ke-19. Orang Indonesia pertama
yang secara jelas mengungkapkan pemikiran mengenai HAM adalah Raden Ajeng
Kartini. Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya 40 tahun
sebelum proklamasi kemerdekaan.
b)
Pada
masa kemerdekaan
·
Pada
masa orde lama
Gagasan mengenai
perlunya HAM selanjutnya berkembang dalam sidang BPUPKI. Tokoh yang gigih
membela agar HAM diatur secara luas dalam UUD 1945 dalam sidang itu adalah
Mohammad Hatta dan Mohammad Sukiman. Tetapi, upaya mereka kurang berhasil.
Hanya sedikit nilai-nilai HAM yang diatur dalam UUD 1945. Sementara itu, secara
menyeluruh HAM diatur dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950.
·
Pada
masa orde baru
Pelanggaran HAM
pada masa orde baru mencapai puncaknya. Ini terjadi terutama karena HAM
dianggap sebagai paham liberal (Barat) yang bertentangan dengan budaya timur
dan Pancasila. Karena itu, HAM hanya diakui secara sangat minimal. Komisi Hak
Asasi Manusia dibentuk pada tahun 1993. Namun, komisi tersebut tidak dapat
berfungsi dengan baik karena kondisi politik. Berbagai pelanggaran HAM terus
terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula berbagai pelanggaran HAM berat. Hal itu
akhirnya mendorong munculnya gerakan reformasi untuk mengakhiri kekuasaan orde
baru.
·
Pada
masa reformasi
Masalah
penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah menjadi tekad dan komitmen yang
kuat dari segenap komponen bangsa terutama pada era reformasi sekarang ini.
Kemajuan itu ditandai dengan membaiknya iklim kebebasan dan lahirnya berbagai
dokumen HAM yang lebih baik. Dokumen itu meliputi UUD 1945 hasil amendemen, Tap
MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.
Pada tahun 2005,
pemerintah meratifikasi dua instrumen yang sangat penting dalam penegakan HAM,
yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR)
menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2005, dan Kovenan Internasional tentang
Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi Undang-Undang No. 12 tahun 2005.
B.
Definisi dan Pengertian HAM
Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan
anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU
No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Pengertian
HAM menurut UDHR sering dinilai masih pada tahap Generasi 1 Konsep HAM, yaitu isinya
sarat dengan hakhak yuridik dan politik. Sedangkan jika memperhatikan
pengertian HAM menurut UU No. 39 Tahun 1999 di atas, tampak mengandung visi
filsafati dan visi yuridis konstitusional. Kemudian pengertian HAM meurut visi
politik dapat diidentikan dengan pendekatan struktural, karena keduanya lebih
menonjolkan pengertian HAM dalam kehidupan seharihari yang cenderung banyak pelanggaran.
Memperhatikan
berbagai pengertian /konsep/definisi hak asasi tersebutdi atas dapat
disimpulkan bahwa HAM merupakan hak yang melekat (inheren) pada setiap orang
yang merupakan karunia dari Tuhan YME, bukan pemberian Negara, pemerintah dan
atau orang lain. Kewajiban dan tidak boleh dihilangkan atau dihapus oleh
siapapun dengan alasan apapun. Karena kebutuhan dasar manusia dimanapun pada
hakekatnya sama seperti hak atas hidup,, bebas mengeluarkan pikirannya, bebas
dari rasa takut, tidak ingin dieksploitasi, hidup bahagia dan lainlain, maka
HAM merupakan sesuatu yang bersifat Universal.
Berdasarkan
beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri
pokok hakikat HAM yaitu:
•
HAM
tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia
secara otomatis.
•
HAM
berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asalusul sosial dan bangsa.
•
HAM
tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
•
C.
Upaya Pemerintah dalam Menegakan
HAM
Upaya
penegakkan HAM akan berhasil jika putusan peradilan tidak memihak dan merdeka
dalam memperjuangkan penegakan HaM di Indonesia. Dibandingkan dengan masa
sebelumnya, pada masa reformasi, perkembangan HAM di Indonesia memiliki
landasan operasional yang lebih jelas. Sebenarnya istilah hak dasar atau hak
asasi manusia sudah banyak tercantum dalam peraturan perundang-undangan
Indonesia, seperti dalam UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950, dan
Tap MPRS No. XIV/MPRS/1966. Walaupun begitu, ketetapan MPR tentang HAM baru
dihasilkan pada masa reformasi, misalnya dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998.
Sebagai
upaya untuk tetap menegakkan hak-hak asasi manusia di Indonesia, melalui
keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993 pemerintah membentuk lembaga independen
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang berkedudukan di Jakarta.
Komnas HAM hanya berfungsi sebagai penyelidik dengan mengumpulkan berbagai data
dan fakta dari kasus yang diduga melanggar HAM. Hasil penyelidikan diserahkan
kepada pihak kejaksaan. Selanjutnya proses hukuman diserahkan kepada
pengadilan.
Penegakan
HAM secara yuridis formal ini diperkuat dengan dikeluarkannya UU No. 39 Tahun
1999 tentang pelaksanaan HAM di Indonesia serta UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 memuat Piagam Hak Asasi Manusia yang
mencakup hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak
untuk mengembangkan diri, hak atas keadilan, hak kemerdekaan, hak atas
kebebasan informasi, hak atas keamanan, hak atas kesejahteraan, serta hak atas
perlindungan dan pemajuan oleh pemerintah.
Meskipun
dari sisi perundang-undangan sudah menunjukan kemajuan yang positif, namun
penegakan HAM dan dan keadilan masih jauh dari harapan. Banyak pelanggaran HAM
yang terjadi tidak diselesaikan secara adil atau memenuhi keadilan masyarakat.
D.
Perkembangan Masyarakat dalam
Menegakan HAM
Dalam
usaha penegak HAM di sebuah negara, khususnya di Indonesia, partisipasi
pemerintah dan masyarakat sangatlah dibutuhkan. Pihak masyarakat yang dapat dan
berhak berpartisipasi dalam usaha perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak
asasi manusia meliputi individu, kelompok, organisasi politik, organisasi
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, ataupun lembaga kemsyarakatan lainnya.
Pelanggaran
HAM bisa terjadi kapan dan dimana saja. Setiap individu berhak untuk
berpartisipasi dalam usaha penegakan HAM apabila ia mendapat perlakuan atau
melihat tindakan yang melanggar HAM. Bentuk partisipasi yang dapat dilakukan
adalah melaporkan apabila terjadi pelanggaran HAM kepada Komnas HAM atau
lembaga lainnya yang berwenang. Setiap individu juga berhak mengajukan usulan
mengenai kebijakan yang berkaitan dengan HAM kepada Komnas HAM atau lembaga
lainnya. Seiring dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, perubahan yang
terjadi di tengah masyarakat juga semakin pesat dan dinamis sehingga sangatlah
sulit bagi pemerintah untuk mengamati kebutuhan hak asasi masyarakat setiap
waktu. Untuk mengatasi kendala tersebut, masyarakat dapat membantu dengan
melakukan penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai HAM, baik dilakukan secara sendiri-sendiri maupun
bekerjasama dengan Komnas HAM.
E.
Pelanggaran HAM dan Penanganan
Kasus Pelanggaran HAM
Pelanggaran
HAM menurut pasal 1 ayat (6) UU No.Pelanggaran HAM menurut pasal 1 ayat (6) UU
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM adalah setiap perbuatan seorang atau kelompok
orang, termasuk aparat negara, baik disengaja ataupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau
mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang, dan
tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Pengadilan
HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM yang berat. Pelanggaran
HAM berat yang diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan HAM meliputi hal-hal
sebagai berikut.
a. Kejahatan genosida (genocide crime)
Kejahatan
genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian bangsa, ras, kelompok
etnis, atau kelompok agama.
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan (crime
against humanity)
Kejahatan
ini merupakan serangan secara luar atau sistematis yang ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan ini dapat berupa pembunuhan, pemusnahan,
pembudakan, pengusiran, atau pemindahan penduduk secara paksa, dll.
Terhadap
pelanggaran hak asasi manusia dalam kategori berat seperti genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan yang berdasarkan hukum internasional, dapat
digunakan asas retroaktif, dengan pemberlakuan pasal mengenai kewajiban untuk
tunduk pada pembatasan yang ditetapkan undang-undang, sebagaimana tercantum
dalam pasal 28J ayat (2) Undang-undang Dasar 1945.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
HAM adalah hakhak dasar yang dimiliki oleh manusia
sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAMnya
terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar
atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain.
Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang
Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu AlQur’an dan
Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan
umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi
oleh perundangundangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang
dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara
akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses
pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam.
B.
Saran
Sebagai
makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita
sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang
lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM
kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi
dalam menjaga HAM kita harus mampu menyesuaikan dan mengimbangi antara HAM kita
dengan orang lain. Dan kita juga harus membantu negara dalam mencari upaya
untuk mengatasi atau menanggulangi adanya pelanggaran-pelanggaran HAM yang ada
di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://coretan-berkelas.blogspot.com/2014/10/upaya-penanganan-kasus-pelanggaran-hak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar